Kamis, 19 Februari 2009

PENGARUH PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

Pada perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan yang secara terus menerus menuntut perlunya sistem Pendidikan Nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tersebut.
Atas dasar tuntutan tersebut maka diperlukan suatu upaya peningkatan mutu pendidikan termasuk yang diselenggarakan di madrasah, yang dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral/akhlaq, pengetahuan, kesehatan, ketrampilan dan seni. Pengembangan pendidikan di madrasah dilakukan sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan jatidiri madrasah pada seluruh aspeknya. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil dimasa datang. Dengan demikian peserta didik memiliki ketangguhan, kemandirian, dan jatidiri yang dikembangkan melalui kesinambungan. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan kurikulum yang berbasis pada kompetensi peserta didik.
Penyempurnaan kurikulum ini dilandasi oleh kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1. UUD 1945 dan Pembukaannya.
2. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional.
3. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan
4. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom berimplikasi terhadap kebijakan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik juga berimplikasi terhadap penyempurnaan kurikulum sekolah.
Penyempurnaan kurikulum tersebut mengacu pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berkenaan dengan pasal-pasal sebagai berikut :
1. Pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk waktu serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2. Pasal 35 Ayat (1), yang menyatakan bahwa Sstandart Nasional Pendidikan terdiri atas standart isi, proses kompotensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembayaran, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
3. Pasal 37 Ayat (1), yang menyatakan bahwa pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pentahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olah Raga, Ketrampilan/kejuruan, dan Muatan Lokal.

Sumber : http://grahacendikia.wordpress.com/2009/04/16/pengaruh-penerapan-kurikulum-berbasis-kompetensi-kbk-terhadap-hasil-belajar-siswa-di-madrasah-tsanawiyah/

Seorang Dosen Harus Serius Lakukan Evaluasi Kegiatan Perkuliahannya

Thursday, 05 February 2009
"Apa sih sebenarnya tugas utama dari seorang Dosen itu? Yaitu, dia wajib merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai serta mengevaluasi hasil pembelajarannya. Nah, untuk mengetahui seberapa bermutu atau berkualitaskah hasil pembelajaran tersebut, maka dibutuhkanlah sebuah evaluasi yang baik," demikian dikatakan Drs. Agus Widyantoro, M.Pd., staf pengajar Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta ketika memberikan materi tentang "Evaluasi Pembelajaran" pada Sarasehan Dosen Jurusan Teknik Informatika, FTI UII, Rabu (4 Januari 2009).
Lalu, Agus melanjutkan, yang dimaksud evaluasi yang baik itu seperti apa? Apa yang harus dilakukan oleh seorang dosen agar evaluasinya menghasilkan hasil yang tepat? "Jadi, untuk tahu alat evaluasi itu baik atau belum, kriterianya ada dua, yaitu apakah alat evaluasi tersebut valid dan reliabel atau tidak. Alat tersebut valid jika bisa mengukur apa yang seharusnya diukur. Atau, hasil evaluasi tersebut bisa mencerminkan apa yang seharusnya dikuasai oleh mahasiswa kita, baik dari sisi pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya," jelas Agus.
Sedangkan, Agus menambahkan, alat evaluasi dapat dikatakan reliabel, yaitu jika hasil tesnya konsisten dengan berbagai kondisi. "Contohnya, mahasiswa diberi tes pada pagi hari, siang hari, dan malam hari. Lalu, hasil skornya konsisten. Sayangnya, reliabilitas suatu tes hanya bisa diketahui selepas ujicoba atau setelah tes dilakukan. Ini beda dengan validitas yang bisa diketahui sebelum tes," tuturnya.
Untuk teknik atau alat evaluasi, Agus menjelaskan, ada beberapa yang biasa digunakan oleh Dosen. Di antaranya; open-book and close-book examinations, take-home exam, dan essay tests. "Ini semua ada kelemahan dan kelebihannya. Open and close-book, manfaatnya mahasiswa dapat menerapkan suatu rumus dan bukan menghafal informasi. Ini juga berfungsi agar mahasiswa belajar menggunakan bahan referensi dalam waktu sangat terbatas. Nah, untuk take-home exam, dosen perlu hati-hati sekali. Ini hanya untuk digunakan untuk tahu kelebihan dan kekurangan mahasiswa saja, bukan untuk memberi nilai akhir pada mereka," tegas Agus.
Dalam kegiatan yang dihadiri oleh 34 dosen Teknik Informatika ini, Agus berpesan, agar dalam melakukan evaluasi dan memberikan nilai kepada mahasiswa selalu berhati-hati dan cermat. "Tentukan dan perjelas dulu tujuan pembelajaran dengan jelas atas setiap matakuliah. Pilih dan sesuaikan teknik evaluasi dengan tepat. Bila diperlukan berbagai teknik evaluasi, ya, harus dilakukan. Intinya, dengan evaluasi yang tepat, hasilnya akurat, maka proses belajar mengajar dan kualitas pendidikan akan semakin obyektif dan kian baik," tutup Agus. (Misbah)

KURIKULUM YANG TIDAK EFEKTIF

Sekolah dalam bahasa aslinya, yakni skhole, scola, scolae, atau schola berarti 'waktu luang' atau 'waktu senggang'. Waktu senggang ini digunakan oleh orangtua Yunani untuk menitipkan anaknya kepada orang yang dianggap pintar agar memperoleh pengetahuan dan pendidikan tentang filsafat, alam, dan lain sebagainya. Anak-anak pada jaman itu menganggap sekolah sebagai suatu kegiatan yang mengasyikkan dan menyenangkan karena mereka dapat mempelajari berbagai hal yang ingin mereka ketahui.
Kenyataan yang ada sekarang ini sangat bertolak belakang dengan hal di atas. Kebanyakan anak maupun remaja sekarang justru menganggap sekolah sebagai beban. Mengapa hal ini terjadi? Menurut pengalaman saya sebagai pelajar, institusi pendidikan seperti sekolah tidak mengajarkan hal-hal yang saya anggap menarik untuk saya pelajari, melainkan mengajarkan segala pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang berlaku. Seakan-akan seluruh ajaran yang diajarkan sekolah terkurung oleh sistem kurikulum yang ada saat ini.
Hal ini tentu saja membawa berbagai efek buruk. Anak-anak yang ingin mengejar prestasi harus berusaha keras menguasai beban kurikulum yang didapat, bahkan sampai harus mengikuti berbagai les tambahan. Anak-anak remaja yang pasrah akan keadaan, seringkali berbuat hal yang buruk di luar jam sekolah seperti berkelahi/tawuran. Ini terjadi karena keengganan mereka untuk mempelajari hal-hal yang tidak mereka sukai. Bukan itu saja, dari pengalaman saya, tidak semua pelajaran yang saya dapat di sekolah dasar maupun menengah berguna bagi saya di perguruan tinggi, dan kemungkinan besar tidak semua pelajaran yang saya dapat di perguruan tinggi berguna bagi saya di lapangan pekerjaan. Kurikulum yang sangat tidak efektif, dan sangat banyak membuang waktu dan pikiran mengakibatkan Indonesia kekurangan sumber daya manusia yang handal.
Bagaimana memperbaikinya?
Analogikan seperti ini, seorang guru ekonomi mungkin tidak dapat menjelaskan rumus Newton yang paling sederhana. Begitu pula seorang guru fisika, mungkin tidak mengerti dan hafal apa yang disebut sebagai Hukum Gossen dalam ekonomi. Padahal mereka sama-sama mempelajari hal tersebut ketika masih di sekolah menengah. Jadi jika saya bercita-cita untuk menjadi seorang ilmuwan fisika, haruskah saya mempelajari ekonomi sekolah menengah? Begitu pula sebaliknya, jika saya ingin menjadi ahli ekonomi, saya seharusnya tidak terlalu mendalami fisika.
Sistem pembelajaran saat ini masih menganut 'mempelajari semakin dalam hal yang semakin sempit'. Jadi semakin tinggi pendidikan kita, semakin kecil lingkup yang kita pelajari namun semakin dalam. Dan jika kita ubah sistem itu menjadi mempelajari lingkup yang kecil sejak dini, maka pada saat lulus seorang murid memiliki spesialisasi yang hebat dalam lingkup yang ia pelajari, dengan tidak menyia-nyiakan kemampuannya. Jika sejak dini seorang murid diberikan pelajaran yang cocok dengan bakat dan kemampuannya dan dengan tidak membebankan pelajaran lain yang tidak sesuai dengan kemampuannya, maka sudah pasti murid tersebut akan merasa nyaman dan tidak terbeban.
Mungkin pada awalnya kita harus mencontoh sistem kurikulum yang diadakan di beberapa negara maju. Di beberapa sekolah di negara-negara maju seperti Australia, Kanada, dan Amerika Serikat murid-murid sekolah menengah dapat memilih pelajaran yang ingin dia pelajari. Sehingga pada saat lulus dari sekolah menegah tersebut, mereka tidak mengerti hal yang luas tapi dangkal seperti di Indonesia, namun hal yang khusus tapi dalam.
Jika seorang anak memiliki bakat dalam bidang fisika, biarlah ia mendalami fisika. Jika ia memiliki bakat dalam bidang ekonomi, biarlah ia mendalami ekonomi. Jika ia memiliki bakat dalam bidang olahraga, biarlah ia mendalami olahraga. Biarlah bakatnya yang menuntun arah ke mana mereka akan pergi. Jangan kurung dia dan membebani dia dalam kurikulum yang ada sekarang ini...
Saya Eka Febrian Sutanto setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright).