Arsip Blog

Minggu, 31 Mei 2009

Masa Bimbingan Siswa

Assalamualaikum
Lama nih ngga ngeblog lagi, jadi pengen ngungkapin perasaan aja sehabis ngerapihin data di client dan nemuin sekumpulan foto masa bimbingan siswa salah satu SMA negeri di kota cilegon….Lucu, seru dan bikin ngakak ngga ketulungan.

Tapi…kayanya koq miris juga ya, kasian…..sedih….koq masih ada aja orang pinter yang membodohkan orang yang bisa jadi lebih pinter. kenapa disebut membodohkan, ya iyalah masa orang sudah rapih tetep harus pake karung goni di kepala, bawa-bawa kalung dari terong dll, mungkin ini salah satu penyebabnya bangsa Indonesia ngga pernah bisa maju, salah satu sebabnya adalah ternyata INSTITUSI PENDIDIKAN BERNAMA SEKOLAH MASIH MENYEDIAKAN TEMPAT BAGI PERADABAN YANG TIDAK LAYAK……masihkah disebut layak kalo ada siswa baru lulusan SMP yang akan masuk ke jenjang SMA, pertama kali masuk ke SMA-nya harus didandani layaknya orang kurang waras, dan anehnya KEPALA SEKOLAH sebagai KEPALA INSTITUSI masih mengizinkan hal seperti ini.

Satu hal yang menyebabkan saya berniat keras untuk membangun sekolah sendiri adalah berkaitan dengan ini, saya kepengen ketika pertama kali siswa (mungkin SMP) masuk ke sekolah baru, mereka merasa nyaman, bangga, senang, dan akan saya wajibkan bagi siswa baru tersebut untuk menggunakan pakaian resmi atau Jas atau Blazer plus dasinya. saya yakin mereka akan dengan penuh kebanggaan menggunakannya, kalo ngga sanggup beli bagaimana? ya pinjam saja….

Mungkin bagi yang beranggapan bahwa penggunaan atribut yang aneh-aneh itu kan termasuk uji nyali dan ketahanan mental, ini sih menurut sy anggapan yang lucu, bagaimana bisa kalo untuk mendapatkan mental yang baik harus dengan dandan yang aneh……lucu!!!!itu bukan menguji ketahanan mental tapi menjatuhkan harga diri, padahal kalo dilihat dari segi manapun juga ngga beres, dilihat dari segi moral (ilmu sekolah namanya PKN) ngga ada kayanya yang dengan pasti menjawab kalo perploncoan/pakaian aneh adalah termasuk undang-undang. dari segi agama, apalagi, agama Islam khususnya menolak ketika seseorang direndahkan.

Nah loh, bagaimana kalo siswa baru tersebut ngga merasa direndahkan, satu jawabannya : berarti siswa tersebut berhasil dibodohkan!!!!!

kira-kira apa sih yang akan terjadi kalo ini dibiarkan terus, ya kemungkinan besar ngga ngefek, paling2 kembali bangsa Indonesia akan nggak punya rasa malu, karena rasa malu telah dihilangkan dari anak bangsa sejak dini…….mulai dari mereka masuk sekolah tentunya.

KAMPUS????APALAGI INI!!!!Beberapa kampus masih mengadakan hal aneh, mengaku mahasiswa tetapi masih melakukan hal konyol. dan kekonyolan ini terus berlanjut sampai lulus…KONYOL JIKA MENGAKU LULUSAN UNIVERSITAS TETAPI MASIH MENGANGGUR…..kan ngga ada lowongan kerjaan? YA BUKA USAHA LAH!!!!JUALAN PISANG GORENG KEK!!!!!!Mereka lupa kalo mereka sudah melewati masa MAHA-nya itu!!!!saya bahkan belum meluluskan diri saat ini, tetapi agak malu melihat mahasiswa yang lulus masih belum ada aktifitas, kerja bukan berarti harus dikantor atau pabrik kan? buka counter pulsa or jual siomay juga ngga masalah……YANG PENTING TIDAK MEREPOTKAN ORANG TUA…..

Sumber: http://langitbumi.wordpress.com/2009/05/06/masa-bimbingan-siswa/

PENGETAHUAN JURNALISTIK MERUPAKAN MODAL BAGI SISWA

Pelatihan Jurnalistik diharapkan akan melahirkan penulis-penulis handal di masa yang akan datang, untuk itu pelatihan semacam ini harus terus dilaksanakan karena berhubungan dengan kemampuan dasar seorang Jurnalis dalam dunia Jurnalistik. Seorang Wartawan bukan hanya dibekali dengan pena, buku, rompi, tustel dan tape recorder tapi yang paling utama adalah skill menulis, karena seorang Wartawan atau Jurnalis harus dapat membuat tulisan yang layak. Hal ini disampaikan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Staf Ahli Gubernur Bidang Pembangunan Ir. Piet Mustamu saat membuka Acara Pelatihan Jurnalistik bagi Siswa SMA/SMK bertempat di Aula Dinas Infokom Provinsi Maluku, Senin (7/7).
Menurutnya pelatihan Jurnalistik memang sangat baik karena sedikit banyak akan mengarahkan kemampuan kerja Jurnalis bagi pekerja pers, sehingga pelatihan untuk Siswa SMA/SMK sangat bagus sebab dengan pengenalan dasar pada tingkat anak-anak akan memungkinkan untuk ke depannya lahir wartawan-wartawan yang handal, karena dengan pemahaman terhadap pengetahuan Jurnalistik bisa menjadi modal penting bagi mereka yang berminat untuk ikut serta berkiprah dalam kehidupan pers. Apalagi di era Globalisasi peran Jurnalis cukup signifikan, sehingga dengan memahami pengetahuan Jurnalistik nantinya para Siswa dapat mengembangkan minat dan bakatnya di dunia Jurnalistik agar dapat mampu membaca dan menulis karya Jurnalistik, apalagi bila dilandasi dengan pemahaman yang baik terhadap dunia Jurnalistik.



Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini sangat cepat, semua peristiwa di dunia manapun bisa tersebar secara luas dalam hitungan menit, ini semua karena peran media massa, baik cetak maupun elektronik, untuk itu dengan pelatihan ini diharapkan para Siswa dapat menjadi Jurnalis yang professional baik di media cetak maupun elektronik serta dapat menjadi Jurnalis generasi baru dalam mewujudkan kualitas pendidikan dan meningkatkan wawasan Siswa yang mampu untuk mengubah dunia.




Gubernur juga menghimbau para Siswa untuk dapat memanfaatkan waktu dengan mengembangkan kreatifitas yang bermanfaat bagi masyarakat. Gunakan masa muda dengan baik dan isi dengan kegiatan yang bermanfaat termasuk di antaranya menulis dan membaca, melalui pelatihan ini kiranya dapat menumbuhkan minat baca untuk memunculkan talenta jurnalis dari Siswa yang nantinya bisa menggali potensi-potensi yang ada di Kota Ambon dan khususnya Provinsi Maluku untuk dikenal di luar baik melalui internet maupun media cetak dan elektronik. Sejalan dengan itu kita semua mempunyai tanggung jawab bersama untuk membangun dan mencerdaskan masyarakat Maluku melalui pelatihan ini dan semoga semakin meningkat minat baca dari para Siswa dalam rangka menambah dan meningkatkan wawasan di bidang jurnalistik di daerah ini.

http://www.malukuprov.go.id/?pilih=lihat&id=752

Pelatihan untuk Siswa Putus Sekolah

(Palembang, 18 Februari 2009) Sebanyak 34 siswa putus sekolah di Kota Palembang berhasil mengikuti Program Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH). Kegiatan pelatihan PKH merupakan kerjasama Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Palembang dengan SMK Negeri 6 Palembang. Kegiatan berlangsung selama dua bulan,yakni 17 Desember 2008-18 Februari 2009.

Kepala Bidang Pendidikan Non Formal (PNF) Herman Burhan melalui Kasi Tenaga Teknis PNF Disdikpora Kota Palembang Mgs A Fathoni Husin Umrie mengatakan, PKH merupakan program pemerintah pusat melalui dana APBN untuk membantu memberikan keterampilan bagi masyarakat yang belum bekerja atau pengangguran.

“Peserta PKH Termasuk siswa lulusan SMA namun belum bekerja atau ibu rumah tangga yang tidak memiliki keahlian,” jelasnya usai acara penutupan pelatihan PKH di aula SMK Negeri 6 Palembang, Senin (17/7).

Masyarakat yang boleh mengikuti pelatihan PKH dibatasi dari usia 18 hingga 30 tahun dan merupakan usulan dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Ketua RT atau pihak Kelurahan. Program PKH ini menurut Fathoni dilaksanakan di tujuh lokasi yakni tiga PKBM, tiga tempat kursus dan SMK Negeri 6 Palembang.

Menyangkut pendanaan, setiap lembaga diberikan antara Rp10 juta-60 juta yang disesuikan dengan program dan proposal yang telah diajukan.

“Diharapkan, melalui PKH ini masyarakat dapat membangun ekonomi keluarga dan membuka lapangan kerja sehingga secara otomatis dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM),”ujar Fathoni.

Kepala SMK Negeri 6 Hernawati mengatakan, pihaknya telah memberikan pelatihan tentang berbagai ilmu tata boga selama lebih tiga bulan kepada 34 remaja putri. Untuk pelatihan tersebut, pemerintah memberikan bantuan dana sebesar Rp 60 juta yang digunakan untuk biaya transport peserta, bahan praktek dan sarana prasarana lainnya.

Melalui kegiatan PKH, peserta diberikan pendidikan teori dan praktek kewirausahaan, hygiene sanitasi, continental, oriental, pembuatan kue dan makanan ala barat, dan masakan tradisional.Selain itu,para peserta diberikan keterampilan kursus menjahit,dan otomotif. (sindo)
Dipublikasi oleh : Darmawansyah Kusnady

Sumber : http://www.palembang.go.id/2007/?mod=1&id=372

Sekolah Rusak Rampas Hak Siswa Raih Layanan Pendidikan

Jakarta (ANTARA News) - Pemberitaan media cetak dan elektronik terkait banyaknya sekolah rusak baik di perkotaan maupun di daerah terpencil di Tanah Air seakan telah menjadi isu dunia pendidikan yang tidak pernah ada habisnya.

Berita tentang murid-murid sekolah yang terpaksa belajar di rumah penduduk karena ruang kelas rusak silih berganti dikabarkan dari berbagai daerah sehingga mengundang keprihatinan masyarakat luas.

Sekolah-sekolah dengan kondisi rusak berat hingga ringan dengan dinding ruang kelas yang retak, kayu penyangga yang keropos di makan rayap, hingga atap jebol telah mengakibatkan kegiatan belajar mengajar di sejumlah SD negeri menjadi kacau.

Di Kabupaten Banyumas, ruang kelas IV di SD Negeri I Candi Negara, Kecamatan Pekuncen ambruk sehingga siswanya harus belajar di rumah penduduk.

Gedung sekolah SDN I Candi Negara dibangun sekitar tahun 1973 dan belum pernah direhabilitasi. Pernah sekali mendapat bantuan perbaikan atap pada tahun 1980, namun pada februari 2008 salah satu ruang kelas ambruk pada Februari lalu akibat hujan lebat yang terus mengguyur wilayah itu.

Demi kelancaran kegiatan belajar mengajar, seluruh siswa kelas IV yang berjumlah 17 anak terpaksa mengungsi ke rumah warga meski harus berdesak-desakan.

Murid-murid di sebuah SD negeri di Kabupaten Banyumas mengeluhkan suasana belajar yang tidak nyaman setelah ruang kelas yang selama ini mereka gunakan rusak parah sehingga terpaksa harus mengungsi di rumah penduduk.

Bangunan sekolah-sekolah rusak tersebut sebagian besar merupakan warisan dari proyek SD Inpres yang dibangun pada era tahun 1970-an pada zaman pemerintah Orde Baru. Bangunan SD yang ada sekarang ini kondisinya banyak yang sudah tidak layak pakai lagi.

Proyek tersebut diperkenalkan melalui Instruksi Presiden nomor 10 tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar. Pada tahun 1973/1974 tersebut untuk pertama kali dibangun 6000 SD baru dan tahun-tahun berikutnya terus dibangun ribuan sekolah dasar Inpres lainnya yang diiringi dengan penambahan ruang kelas-ruang kelas baru. Namun demikian pembangunan SD Inpres tersebut mulai menurun sejak tahun 1984/1985.

Sekolah rusak yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air lebih banyak didominasi pada bangunan tingkat sekolah dasar yang merupakan peninggalan dari proyek SD Inpres. Kini setelah puluhan tahun dengan perawatan tambal sulam, kondisi sekolah rusak di sejumlah daerah bertambah parah sampai-sampai memaksa murid-muridnya untuk mengungsi ke rumah penduduk atau di bawah tenda darurat.

Tuntutan ke Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk segera memperbaiki sekolah-sekolah yang rusak tidaklah tepat, sebab seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka kebijakan yang menyangkut bidang pendidikan pun menjadi kewenangan pemerintah provinsi, kabupaten/kota di masing-masing daerah.

Dana untuk rehabilitasi kerusakan bangunan sekolah sebenarnya sudah diluncurkan sejak tiga tahun terakhir. Namun karena banyaknya jumlah sekolah yang rusak, maka dana yang ada hanya mampu menjangkau sebagian sekolah saja sementara masih ada sebagian lainnya yang memerlukan bantuan.

Berdasarkan data tahun 2003, terdapat 563.304 ruang kelas SD/MI yang rusak berat atau 64,17 persen dari 877.772 ruang kelas SD/MI. Pada tahun 2003, dialokasikan Rp625 miliar untuk merehabilitasi 20.724 ruang kelas SD/MI di 287 kabupaten/kota. Pada tahun 2004, menjadi Rp652,6 miliar untuk merehabilitasi 21.645 ruang kelas di 302 kabupaten/kota.

Sementara hingga pertengahan 2006, masih terdapat sekitar 56 persen dari total 149.454 SD rusak dengan kondisi rusak berat, menegah dan ringan.

"Pemerintah pusat masih terlibat dalam penyaluran dana rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas baru melalui namun implementasi termasuk pemeliharaan bangunan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," kata Direktur Pembinaan TK dan SD Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas, Mudjito AK.

Pembiayaan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) disalurkan ke daerah-daerah untuk rehabilitasi ruang kelas tersebut diharapkan dapat merangsang partisipasi pemerintah daerah memperhatikan kondisi pendidikan di daerahnya masing-masing khususnya terkait dengan infrastruktur sekolah.

Ia mengharapkan agar kerusakan gedung-gedung sekolah di daerah seharusnya jangan dibiarkan berkembang menjadi isu nasional, apalagi jika pemerintah daerah bersikap apatis dengan membiarkan peserta didik menerima keterbatasan pelayanan pendidikan.


Sinergi

Sejumlah pemerintah daerah telah bersinergi dengan pemerintah pusat dalam masalah perbaikan dan pembenahan bangunan rusak dengan mengalokasikan sebagian anggarannya.

Di Malang Jatim, misalnya, untuk merenovasi sejumlah bangunan SD, pemerintah pusat hanya memberikan dana Rp90 juta sementara kebutuhannya mencapai Rp200 juta.

Kekurangan dana tersebut kemudian ditangani pemerintah daerah bersama dengan partisipasi masyarakat. Selain di kota Malang, beberapa daerah lainnya seperti Yogyakarta, Palembang, Kabupaten Bangli dan Kabuapten Jembrana Bali telah menunjukkan kerjasama dalam pembangunan pendidikan di daerahnya tersebut.

Program Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan dari pemerintah pusat dimaksudkan untuk memberikan peluang pembelajaran kepada daerah dalam mewujudkan prinsip-prinsip, transparansi, akuntabiliti dan partisipasi seiring dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

Sedangkan bagi sekolah, program DAK diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu wadah untuk mewujudkan prinsip-prinsip dasar pengelolaan sekolah dengan Manajeman Berbasis Sekolah dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat sehingga mereka merasa "memiliki" sekolahnya dan siap mendukung program sekolah.

Di Kabupaten Bangli misalnya program rehabilitasi sekolah rusak melalui Dana Alokasi Khusus bagi 67 sekolah dasar di wilayah tersebut optimis dapat dituntaskan pada pertengahan tahun 2008.

"Dana alokasi khusus yang disalurkan untuk kabupaten Bangli senilai Rp13,5 miliar dan kami optimis pertengahan tahun 2008 rehabilitasi sekolah rusak untuk 67 SD dapat diselesaikan," kata Bupati Kabupaten Bangli, I Nengah Arnawa.

Namun secara paralel pemkab juga melaksanakan rehabilitasi sekolah yang dibiayainya dari dana dekonsentrasi dan dana bantuan lainnya, katanya menambahkan.

DAK tersebut nantinya akan didukung dana dekonsentrasi sebab perbaikan sekolah rusak tidak hanya fisiknya saja tetapi juga digunakan untuk prasarana lain seperti pembelian buku, bangku dan meja belajar dan sebagainya.

Karena itu, ujar Bupati Bangli untuk memenuhi kebutuhan perbaikan fisik dan lain-lain pihaknya juga melibatkan orang tua murid melalui komite sekolah serta masyarakat di sekitar sekolah untuk berpartisipasi dalam melaksanakan perbaikan.

"Pola swakelola dengan melibatkan orang tua dan masyarakat dalam perbaikan sekolah rusak justru memberikan dampak positif seperti penambahan ruang kelas yang bisa diperbaiki. Bila semula dari dana yang ada hanya mampu memperbaiki tiga ruang kelas, maka dengan partisipasi bisa menjadi empat kelas bahkan masih ditambah WC dan sanitasi lingkungan lainnya," katanya.

Dikatakannya, kultur gotong royong masyarakat Bali dan Kabupaten Bangli khususnya sangat mendukung usaha pemerintah dalam mencari solusi perbaikan sekolah rusak yang masih menjadi kendala upaya percepatan penuntasan wajib belajar 9 tahun.

"Klian banjar atau lurah dan masyarakat di desa atau wilayah dimana lokasi sekolah berada biasanya peduli terhadap kondisi bangunan sekolah yang rusak. Sebab mereka juga berpikir anak-anak mereka pun bersekolah di sana kalau sampai bangunan membahayakan mereka juga yang dirugikan," katanya. (*)

COPYRIGHT © 2008 ANTARA

Sumber: http://www.antara.co.id/print/?i=1207565343

Tidak Ada Alasan Menahan Rapor yang Menjadi Hak Siswa

CIREBON, (PRLM).-Anggota DPRD Kota Cirebon meminta kepada Dinas Pendidikan setempat menindak tegas sekolah nakal yang melakukan pungutan tidak perlu. Permintaan tersebut dilontarkan menyusul keluhan sejumlah orang tua siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Cigendeng yang mengeluhkan pungutan wajib Rp 25.000 per siswa yang dilakukan pihak sekolah dengan dalih untuk perpisahan dan kenaikan kelas.

Menurut anggota DPRD Sri Maryati, menjelang awal dan akhir tahun pelajaran seperti saat ini memang rentan terhadap pungutan-pungutan yang dilakukan sekolah. Karenanya, dia meminta kepada Dinas Pendidikan setempat selalu memantau sekolah-sekolah yang melakukan pungutan diluar ketentuan.

"Dinas pendidikan harus tanggap dengan masalah ini, yang saya tahu pungutan itu tidak melibatkan orang tua siswa dan hanya melalui ketua komite sekolah. Kalau banyak orang tua yang tidak setuju seharusnya pungutan itu jangan dilaksanakan apalagi SDN Cigendeng mayoritas muridnya dari ekonomi menengah kebawah," kata Sri Maryati.

Sri menegaskan, pihak sekolah sudah membuat kesalahan besar kalau benar sampai mengancam tidak akan memberikan rapor jika tidak membayar iuran. "Rapor itu hak murid, mereka harus tahu hasil studinya selama bersekolah. Jangan sampai karena tidak membayar iuran rapor ditahan. Itu tidak ada hubungannya," ujar Sri.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Cirebon, Drs. Dedi Windiagiri, M.Pd. saat dikonfirmasi menegaskan pihaknya sudah menindaklanjuti kasus tersebut dengan menegur pihak sekolah.

Dedi menegaskan jika memang pihak sekolah mengancam tidak akan membagikan rapor pihaknya bakal memberikan sanksi kepada kepala sekolah yang bersangkutan.

Dedi menjamin, semua murid bakal menerima rapor. "Rapor itu hak murid, tidak ada hubungan antara biaya perpisahan dan pembagian rapor. Jika memang ada murid yang diancam tidak akan mendapatkan rapor tentu saya akan memberikan sanksi," katanya.

Hasil penelusuran sementara yang dilakukan Dinas Pendidikan terhadap kasus tersebut, lanjut Dedi, kebijakan pungutan tersebut keluar pada saat SDN Cigendeng dipimpin Kepala Sekolah (Kepsek) lama, dalam waktu dekat ini akan dimutasi.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah orang tua siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Cigendeng Kota Cirebon mengeluhkan adanya pungutan wajib Rp 25.000,00 per siswa, dengan dalih untuk pesta perpisahan dan kenaikan kelas. Bagi siswa yang tidak membayar sampai tanggal yang ditentukan, pihak sekolah mengancam tidak akan membagikan rapor. (A-92/A-122)***

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=news.detail&id=18838

Pendidikan yang Menghargai Hak Siswa

POTRET pendidikan kita masih buram. Praktik pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah kita selama ini belum berpihak apalagi menghargai hak-hak siswa. Siswa masih saja dijadikan kelinci percobaan dalam praktik pendidikan dan pembelajaran di negeri ini.

Para siswa kita menjadi korban sistem pendidikan nasional yang (maaf) justru tidak mendidik. Pendidikan yang mementingkan hasil akhir, mengeneralisasi kemampuan anak, kurikulum yang padat, menonjolkan kecerdasan pikir (otak), menepikan kecerdasan rasa, kecerdasan budi, bahkan kecerdasan batin memaksa siswa untuk mati-matian belajar mengejar nilai-nilai angka kuantitatif itu. Pulang sekolah dijejali aneka latihan soal-soal, PR-PR, dan sejenisnya yang kemungkinan akan keluar dalam ujian nasional (UN).

Praktik pendidikan dan pembelajaran di sekolah-sekolah sebatas memburu nilai (angka). Begitu perolehan angka-angka dalam SKHU-nya tinggi, puaslah sang guru, para pejabat, dan birokrat-birokrat pendidikan di atasnya. Dan itulah katanya ukuran keberhasilan pendidikan. Perkara kemudian tamatannya menjadi jago korupsi, penipu, penyuap, pecundang, penebar teror, tidak punya etos kerja, tidak bertanggung jawab, malas, tidak kreatif, melawan hukum, dan tindakan-tindakan vandalistik lainnya, itu bukan ukuran keberhasilan pendidikan.

Padahal pendidikan seharusnya dilakukan dan diabdikan demi hidup dan perkembangan anak-anak (para siswa). Anak-anak haruslah diberi kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri (unik), menghargai keunikan dan percaya kepada sesamanya, sekaligus mengembangkan solidaritas dan empati dalam menggunakan kepercayaan itu (Sindhunata, 2000).

Pendidikan hendakanya memberikan kesempatan untuk menghormati dan menjadikan anak sebagai manusia utuh. Meminjam kata-kata Romano Guardini, "Anak-anak itu ada bukan hanya agar mereka akan menjadi dewasa, tapi juga, atau malahan pertama-tama, agar mereka menjadi mereka, maksudnya agar mereka menjadi anak, dan sebagai anak mereka adalah manusia."



Anak sebagai Subjek

Bicara masalah pendidikan kita akan bicara masalah kemanusiaan anak. Kita perlu lebih memahami anak sebagai subjek, sebagai manusia yang utuh. Anak-anak (baca: para siswa) itu bukanlah -meminjam istilah Kak Seto- orang dewasa mini, mereka hidup dalam dunia bermain, sedang berkembang, senang meniru, dan berciri kreatif. Dalam konteks inilah penghargaan terhadap hak-hak siswa menemukan aktualitasnya.

Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, dikemukakan enam hak peserta didik, yakni (1) mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; (2) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; (3) mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pedndidikannya; (4) mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan; (5) pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pedndidikan lain yang setara; serta (6) menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

Dari pengalaman selama ini, ada dua hak peserta didik yang kurang bahkan tidak mendapat perhatian, yaitu hak pada butir (2) dan (6). Praktik pembelajaran (evaluasi) yang seragam yang diejawantahkan dalam bentuk UUB dan UN; pelayanan pendidikan yang tidak sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan anak; semua siswa disamaratakan, diajar dengan cara yang sama; dan dituntut untuk mencapai kemampuan yang sama dalam semua mata pelajaran membuktikan hal itu.

Padahal praktik pembelajaran yang serba seragam yang tidak mengakomodir keunikan anak dan dinilai secara seragam melalui UN sungguh merugikan anak. Ini disebabkan karena UN sendiri banyak kelemahannya. Diantaranya adalah (1) pengujian dilakukan secara temporal dan dalam waktu yang sangat singkat, (2) hanya mampu m

Sumber: http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=121766

Pelayanan-pelayanan untuk Para Siswa

Di TIES kami berusaha untuk menjadikan pengalaman anda di Australia adalah yang terbaik. Pegawai-pegawai TIES akan selalu senang menolong anda para siswa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan para siswa. Pelayanan-pelayan untuk para siswa yang kami sediakan adalah tempat dimana anda pergi untuk mendapat informasi, bantuan, dan saran tentang:

Penempatan akomodasi
Penjemputan di airport dan pengantaran
Konseling Akademi dan kesejahtraan
Kartu diskon Siswa
Aktivitas-aktivitas, tamasya, dan program social TIES
Program-program jalan menuju masa depan
Anggota Perpustakaan
Buka rekening Bank
Informasi dan visa
Saran untuk perjalanan keliling Australia
Membantu menemukan pekerjaan jika sesuai.
Pada dasarnya Pelayanan Siswa yang disediakan TIES diadakan untuk mengurus anda, para siswa. Jika anda punya masalah dengan poin-point di atas atau masalah lain, jangan ragu untuk bertanya kepada salah satu staf pendukung di Pelayanan Siswa.

Akomodasi

Ada beberapa pilihan akomodasi yang disediakan saat anda datang untuk tinggal dan belajar di TIES. Anda bisa memilih dari beberapa pilihan berikut ini:

Homestay accommodation (rumah)
Akomodasi kampus TIES
Sharehouse accommodation (berbagi rumah)
Backpacker atau hotel
Setiap pilihan akomodasi akan mempromosikan dengan cara yang berbeda-beda, dan oleh karena itu pilihan datang dari kemauan pribadi.

Homestay

Ini berarti bahwa siswa tinggal bersama dengan Australia. Siswa akan hidup sebagai salah satu anggota keluarga. Ini salah satu pilihan yang bagus sebagaimana memberikan kesempatan siswa untuk hidup bersama dengan keluarga Australia dan juga kesempatan untuk mempraktekkan bahasa Inggris sekaligus belajar budaya dan cara hidup. Tuan rumah akan menyediakan sebuah kamar pribadi, sarapan, dan makan malam selama seminggu (Selasa-Jumat) dan sarapan, makan siang, dan makan malam pada akhir pekan (Sunday-Monday). Kami sudah menseleksi keluarga-keluarga yang ramah dan pantas untuk para siswa.

Homestay Accommodation Fees



Airport Pickup
$60


Accommodation Placement Fee
$190
$35/extra night

Single Homestay
$220/wk
$30/extra night

Double Homestay
$200/wk
$25/extra night


Akomodasi Kampus

Para siswa yang memilih tinggal di kampus TIES akan berbagi ruangan dengan 1 orang siswa satu jenis kelamin. Ruangan-ruangan yang disediakan nyaman dan besar dengan semua kenyamanan disediakan. Anda akan menyediakan makanan anda sendiri di dapur bersama dan nonton TV serta berinteraksidi ruang santai atau ditempat hiburan. Seperti di Homestay para siswa diharapkan bertindak sesuai dengan aturan TIES.

TIES Student Campus Accommodation
Fees


Airport Pickup
$60


Accommodation Placement Fee
Free


Single Student Campus
$170/wk
$20/extra night

Double Student Campus
$120/wk
$20/extra night


Sharehouse (berbagi rumah)

Pilihan yang lainnya adalah tinggal di Sharehouse yang dekat dengan TIES. Kami akan membantu anda untuk menemukan rumah yang pantas sebagai bagian pelayanan kami kepada anda. Dan anda juga dapat selalu mengecek papan pengumuman atau surat kabar local “The Townsville Bulletin”. Harga berkisar $120 - $200 tergantung kamarnya.

Backpacker dan Hotel

Terakhir siswa bisa memilih untuk tinggal di backpacker atau di hotel. Kami akan membantu anda untuk menemukan akomodasi jenis ini, dan banyak sekali link yang dapat di eksplor untuk informasi lebih lengkap. Backpacker lebih murah, tapi hati-hati karena mungkin itu bukan lingkungan yang baik untuk tinggal dalam jangka waktu yang lama selama belajar.

Sumber: http://www.tiesnq.com.au/Indonesian/Student_services.htm

Manajemen Kesiswaan

Kata Kunci; siswa, manajer
Abstrak: Siswa merupakan aset, umat dan bangsa, secara prinsipil pembinaannya ditaklifkan pada kedua orang tua, karena sesuatu dan lain hal maka wewenang itu dilimpahkan kepada para pendidik. Lembaga pendidikan (top manager) sebagai pelaku dan pengemban amanah Allah dan umat dituntut memberikan proses terbaik hingga mengeluarkan (out put) yang dapat memenuhi kebutuhan tripusat pendidikan.

I. Pendahuluan
Kepala sekolah memegang peranan penting dalam mengelola sekolah. Ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap berlangsungnya proses pembelajaran di suatu sekolah. Seorang kepala sekolah dituntut untuk mampu memberiakan ide-ide cemerlang, memprakarsai pemikiran yang baru di lingkungan sekolah dengan melakukan perubahan maupun penyesuaian tujuan, sasaran dari suatu program pembelajaran. Sebagai pemimpin seorang kepala sekolah dituntut untuk dapat menjadi seorang inovator. Oleh sebab itulah kualitas kepemimpinan kepala sekolah sangat signifikan sebagai kunci keberhasilan bagi proses pembelajaran yang berlangsung di suatu sekolah.
Ada beberapa elemen penyelenggaraan pendidikan yang harus selalu dibina oleh kepala sekolah yang dikemukakan oleh Wahjosumidjo yang terangkum dalam bukunya Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Praktik yang meliputi program pengajaran, sumber daya manusia, sumber daya yang bersifat fisik dan hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat.[1] Inilah elemen penyelenggaraan pendidikan yang harus selalu mendapatkan perhatian dari kepala sekolah demi tercapainya tujuan suatu lembaga pendidikan.
Di antara unsur sumber daya manusia yang harus diberdayakan oleh seorang kepala sekolah adalah kelompok siswa. Untuk meningkatkan mutu pendidikan suatu sekolah, kepala sekolah dituntut untuk mau dan mampu melakukan upaya pengembangan pengelolaan sekolah seperti dengan melakukan manajemen kesiswaan. Agar pengelolaan kesiswaan berhasil dengan baik, seorang kepala sekolah harus menyusun serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan manajemen kesiswaan. Inilah fokus pembahasan makalah singkat ini yang ingin membahas tentang manajemen kesiswaan dan hal-hal yang berhubungan dengannya.

II. Pengertian Manajemen Kesiswaan
Ungkapan manajemen kesiswaan terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan kesiswaan. Penulis tidak lagi mendiskripsikan pengertian manajemen dalam makalah ini mengingat pada makalah sebelumnya yang berjudul manajemen personalia telah dibahas secara terperinci dan jelas pengertian manajemen. Sementara itu yang dimaksud dengan kesiswaan ialah segala sesuatu yang menyangkut dengan peserta didik atau yang lebih populer dengan istilah siswa.[2]
Dengan demikian manjemen kesiswaan memiliki pengertian suatu proses pengurusan segala hal yang berkaitan dengan siswa di suatu sekolahmulai dari perencanaan, penerimaan siswa, pembinaan yang dilakukan selama siswa berada di sekolah, sampai dengan siswa menyelesaikan pendidikannya di sekolah melalui penciptaan suasana pembelajaran yang kondusif dan konstruktif terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar atau pembelajaran yang efektif.[3] Dengan kata lain manajemen kesiswaan merupakan keseluruhan proses penyelenggaraan usaha kerjasama dalam bidang kesiswaan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah.
Adapun manajemen kesiswaan itu sendiri memiliki tujuan mengatur kegiatan-kegiatan dalam bidang kesiswaan agar proses pembelajaran yang dilaksanakan di suatu sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib dan teratur sedemikian rupa sehingga apa yang menjadi tujuan utama dari suatu program pembelajaran di sekolah dapat tercapai secara optimal.

III. Tanggung Jawab Kepala Sekolah dalam Manajemen Kesiswaan
Tanggung jawab kepala sekolah secara garis besar yang berhubungan dengan manajemen kesiswaan adalah memberikan layanan kepada siswa dengan cara memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara efektif dan efisien. Adapun kegiatan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dalam manajemen kesiswaan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu kegiatan penerimaan siswa, pembinaan siswa dan pemantapan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa melalui program di sekolah.
Penerimaan siswa merupakan proses pendataan dan pelayanan kepada siswa yang baru masuk sekolah, setelah mereka memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh sekolah tersebut. Kegiatan ini mewarnai kesibukan sekolah menjelang tahun ajaran baru, dimana kepala sekolah perlu membentuk semacam kepanitiaan yang dijadikan sebagai penerima siswa baru. Dalam hal ini kepala sekolah dapat berpedoman pada pedoman penerimaan siswa baru yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Kegiatan selanjutnya setelah penerimaan siswa baru adalah pendataan siswa.
Data ini sangat diperlukan untuk melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan jika siswa menemui kesulitan dalam belajar, memberi pertimbangan terhadap prestasi belajar siswa, memberikan saran kepada orang tua tentang prestasi belajar siswa, pindah sekolah dan lain sebagainya.[4] Selain hal tersebut di atas ada beberapa kegiatan yang lain yang harus dilakukan ketika penerimaan siswa baru yaitu meliputi; penetapan daya tampung sekolah, penetapan syarat-syarat bagi calon siswa untuk dapat diterima di sekolah yang bersangkutan dan pembentukan panitia penerimaan siswa baru.[5]
Kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen kesiswaan ialah pembinaan siswa. Pembinaan siswa adalah pembinaan layanan kepada siswa baik didalam maupun di luar jam pelajarannya di kelas. Dalam pembinaan siswa dilaksanakan dengan menciptakan kondisi atau membuat siswa sadar akan tugas-tugas belajar mereka. Dalam hal ini langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang kepala sekolah adalah memberikan orientasi kepada siswa baru, mengatur dan mencatat kehadiran siswa, mencatat prestasi dan kegiatan yang diraih daan dilakukan oleh siswa dan mengatur disiplin siswa selaku peserta didik di sekolah.
Di samping itu seorang kepala sekolah juga dituntut untuk melakukan pemantapan program siswa. Hal ini berkaitan dengan selesainya belajar siwa. Apabila siswa telah selesai dan telah menamatkan studinya, lulus semua mata pelajaran dengan memuaskan, maka siswa berhak mendapatkan surat tanda tamat belajar dari kepala sekolah. Untuk mencapai dan melaksanakan tugas-tugas tersebut, seorang kepala sekolah selaku pengelola sekolah harus melakukan hal-hal berikut ini yaitu meliputi pengelolaan perencanaan kesiswaan, mengadakan pembinaan dan pengembangan kegiatan siswa serta mengevaluasi kegiatan ekstra kurikuler.
Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sehubungan dengan perencanaan kesiswaan meliputi sensus sekolah, yaitu berupa pendataan anak-anak usia sekolah yang diperkirakan akan masuk sekolah. Hal ini akan mempengaruhi penetapan persyaratan penerimaan siswa baru, disamping sensus sekolah juga penting dilaksanakan untuk menentukan daya tampung sekolah. Selain sensus sekolah, kepala sekolah juga harus menentukan jumlah siswa yang akan diterima, penerimaan siswa, pengelompokan, kenaikan kelas, mutasi siswa, kemajuan belajar siswa, pencatatan siswa dan registrasi serta pelaporan hasil belajar.
Pada bidang pembinaan dan pengembangan kesiswaan tugas seorang kepala sekolah ialah menciptakan kondisi atau membuat siswa sadar akan tugas-tugas belajarnya. Pembinaan kesiswaan merupakan pemberian layanan kepada siswa baik di dalam maupun di luar jaam belajar mereka. Dalam melakukan pembinaan dan pengembangan siswa, kepala sekolah harus senantiasa memperhatikan hak dan kewajiban siswa, seperti; mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan mereka, hak untuk memperoleh penddikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya, hak untuk mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan dan sebagainya. Selain hak-hak tersebut, siswa juga memiliki kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali siswa yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, menghormati tenaga pendidikan dan siswa juga berkewajiban untuk mematuhi peraturan yang berlaku.
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan kesiswaan meliputi pemberian orientasi kepada mahasiswa baru, pengaturan dan pencatatan kehadiran siswa. Kegiatan ini merupakan kegiatan dan tugas yang sangat esensial dalam pengelolaan kesiswaan, karena kehadiran siswa merupakan syarat untuk memperoleh ilmu pengetahuan daan mendapatkan pengalaman belajar. Ada beberapa alat yang digunakan untuk mencatat kehadiran siswa seperti, papan absensi harian siswa per kelas dan per sekolah, buku absensi harian siswa dan rekapitulasi absensi siswa.
Hal lain yang juga dapat dilakukan untuk pembinaan kesiswaan ialah mencatat prestasi dan kegiatan siswa berupa daftar siswa di kelas, grafik prestasi belajar dan daftar kegiatan siswa. Di samping itu juga dapat dilakukan pengaturan disiplin siswa di sekolah, karena disiplin merupakan suatu keadaan dimana sikap, penampilan dan tingkah laku siswa sesuai dengan tatanan nilai, norma dan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolahdaan di kelas dimana mereka berada.
Dalam kerangka peningkatan disiplin, siswa dapat mengupayakan dan berusaha untuk melakukan hal-hal berikut seperti; hadir di sekolah 10 menit sebelum pelajaran dimulai, mengikuti semua kegiatan belajar mengajar dengan aktif, mengerjakan tugas dengan baik, mengikuti kegiatan ekstra kurikuler yang dipilihnya, memiliki kelengkapan belajar, mematuhi tata tertib sekolah, tidak meninggalkan sekolah tanpa izin dan lain-lain yang dapat meningkatkan disiplin siswa.[6]
Di samping itu, dapat juga dilakukan hal-hal lain dalam rangka pembinaan kesiswaan seperti pengaturan tata tertib sekolah karena tata tertib merupakan salah satu alat yang dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melatih siswa agar dapat mempraktikkan disiplin; pemberian promosi dan mutasi seperti dengan adanya kenaikan kelas yang merupakan perpindahan dari satu kelas ke kelas lainnya yang lebih tinggi setelah melalui persyaratan tertentu yang telah dibuat dan norma tertentu juga yang telah ditetapkan oleh sekolah. Sementara mutasi merupakan perpindahan siswa dari satu sekolah ke sekolah lainnya karena alasan tertentu. Mutasi harus dilakukan dengan prosedur tertentu dan mekanisme tertentu pula serta harus dicatat pada dua sekolah, sekolah asal dan sekolah yang dituju.
Kegiatan selanjutnya yang juga dapat dilakukan dalam rangka pembinaan kesiswaan adalah pengelompokan siswa. Kegiatan pengelompokan siswa merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan setelah seorang siswa dinyatakan lulus dan boleh mengikuti program pembelajaran di sekolah tertentu. Kegiatan pengelompokan ini dimaksudkan agar tujan yang telah ditetapkan dalam proses pembelajaran dapat tercapai secara optimal dengan efektif dan efisien. Wujud dari kegiatan pengelompokan ini ialah pembagian siswa kedalam kelas-kelas maupun kelompok belajar tertentu dengan alasan dan pertimbangan tertentu seperti tingkat prestasi yang dicapai sebelumnya dan lain sebagainya.
Selain pengembangan dan pembinaan siswa yang ditinjau dari segi kokurikuler juga ada kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan kokurikuler bertujuan agar siswa lebih mendalami dan menghayati bahan yang dipelajari dalam kegiatan intra kurikuler. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan baik secara perorangan maupun secara kelompok, dalam bentuk pekerjaan rumah ataupun tugas-tugas lain yang menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran dengan tatap muka.
Sementara itu kegiatan ekstra kurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan diluar jam pelajaran, baik itu dilakukan di sekolah maupun diluar sekolah namum masih dalam ruang lingkup tanggung jawab kepala sekolah. Kegiatan ekstra kurikuler ini bertujuan untuk memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan siswa mendorong pembinaan nilai dan sikap mereka demi untuk mengembangkan minat dan bakat siswa. Siswa dalam hal ini dapat memilih kegiatan ekstra kurikuler yang mana yang ia minati yang sesuai dengan kecenderungan jiwa mereka. Kegiatan ekstra kurikuler ini mengutamakan pada kegiatan kelompok.
Ada beberapa hal yang perlu dan harus diperhatikan dalam melaksanakan kegiatan ekstra kurikuler seperti; meningkatkan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilam siswa, mendorong bakat dan minat mereka, menentukan waktu, obyek kekuatan sesuai dengan kondisi lingkungan. Selain itu kegiatan ekstra kurikuler dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti; kepramukaan, usaha kesehatan sekolah, patroli keamanan sekolah, peringatan hari-hari besar agama dan nasional, pengenalan alam sekitarnya, oleh raga dan lain sebagainya.
Apabila manajemen kesiswaan kita hadapkan pada konteks sekarang, maka kesiapan siswa dalam menghadapi tantangan-tantangan kontemporer tentu jauh lebih berat bila dibandingkan dengan era yang dihadapi oleh siswa pada dasa warsa sebelumnya. Siswa dihadapkan pada tantangan global yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya dan teknologi yang mengitarinya.
Mengutip pernyataan Suyanto dan Djihad Hisyam dalam bukunya Refleksi dan Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia Memasuki Mileniaum III, abad ke 21 menyodorkan lingkungan sosial yang sangat berbeda dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya dan teknologi pada abad sebelumnya. Padahal lingkungan yang mengelilingi anak-anak kita tersebut akan sangat dominan pengaruhnya terhadp pembentukan prilaku, kepribadian maupun moralitas.[7] Dalam kerangka pendidikan anak-anak, kita perlu mengantisipasi berbagai persoalan yang mungkin dihadapi oleh mereka dalam menyongsong milenium ke 3 ini.
Untuk membahas jalan keluar dari permasalahan tersebut, maka dalam manajemen kesiswaan perlu adanya usaha untuk meminimalisir gejala-gejala tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mencoba untuk mensiasati perkembangan siswa saat ini karena siswa merupakan bagian terbesar dari generasi muda yang akan menjadi penerus perjuangan dan cita-cita bangsa. Untuk mensiasati perkembangan siswa tersebut, diperlukan metode dan strategi yang perlu dipahami dan diterapkan dalam proses manajemen pendidikan.
Pembinaan kesiswaan mempunyai nilai yang strategis, di samping sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan sumber daya manusia masa depan, sasarannya adalah anak usia 6-18 tahun, suatu tingkat perkembangan usia anak, dimana secara psikis dan fisik anak sedang mengalami pertumbuhan, suatu periode usia yang ditandai dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil, agresifitas yang tinggi dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan.[8]
Guna mengantisipasi kompleksitas permasalah tersebut diperlukan pembinaan anak usia sekolah dengan profesional yang di dalamnya mengandung berbagai nilai, seperti peningkatan mutu gizi, perilaku kehidupan beragama dan perilaku terpuji, penanaman rasa cinta tanah air, disiplin dan kemandirian, peningkatan daya cipta, daya analisis, prakarsa dan daya kreasi, penumbuhan kesadaran akan hidup bermasyarakat, serta kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga diharapkan anak nantinya akan menjadi sosok yang siap dan tahan banting menghadapi kompleksitas tantangan perkembangan zaman yang semakin pesat.
Sebagai akhir dari pembahasan ini penulis ingin mengungkapkan sebuah teks hadith yang intinya memberikan gambaran betapa urgennya membina anak, mengarahkannya sesuai dengan kemauan pendidik, sebab jika tidak tentu anak tersebut akan menjadi manusia yang lepas kendali- untuk tidak mengatakan buas- yang berbunyi
عن أبي هريرة رضى الله عنه قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أوينصرانه أو يمجسانه (رواه البخارى) [9]
Artinya: “Dari Abu Hurairah (ra) Rasulullah SAW bersabda: “tidak seorang anak pun yang baru lahir kecuali dia bersih, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani dan Majusi.”(HR.Bukhari).
Hadith di atas memberikan gambaran betapa anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, tinggal orang tuanyalah sebagai pendidiknya yang akan menjadikannya Yahudi, Majusi ataupun Nasrani. Maka jelaslah bahwa manajemen kesiswaan memegang pernan penting dalam menciptakan generasi masa depan yang berbudaya dan berilmu pengetahuan serta berbasis keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Pencipta.

IV. Penutup
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa manajemen kesiwaan merupakan suatu proses pengurusan segala hal yang berkaitan dengan siswa. Ia merupakan bagian dari tugas dari kepala sekolah yang secara garis besar memberikan layanan bagi siswa. Ia menjadi sangat urgen karena keberhasilannya akan menentukan baik buruknya generasi yang akan memegang tongkat estafet perjuangan bangsa di masa yang akan datang.
Daftar Pustaka


Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro, Cet. I, Jakarta, Rineka Cipta, 1996.
DEPDAGRI RI DITJEN Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah dan Dep. Pdan K DITJEN Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar, (Jakarta, 1996.
Djauzak Ahmad, Petunjuk Penignkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar, (Jakarta, Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1993
Frans Mataheru, Managemen Kesiswaan, Bahan Sajian Pelatihan Manajemen Penddikan bagi Kepala SD Daerah Binaan PEQIP se Indonesia, Malang, 1996
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, (Bandung: Dahlan, tt
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Cet. III, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1996
Soerjani, Manajemen Kesiswaan, Bahan Sajian Pelatihan Manajemen Pendidikan bagi Kepala SD Daerah Binaan PEQIP se Indonesia, Malang, 1996
Suyanto dan Djihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia Memasuki Mileniaum III, Cet. I, Cet. I, Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2000
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Praktik, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999
[1] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Praktik, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 22204.
[2] Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro, Cet. I, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996), hal. 9.
[3] Frans Mataheru, Managemen Kesiswaan, Bahan Sajian Pelatihan Manajemen Penddikan bagi Kepala SD Daerah Binaan PEQIP se Indonesia, Malang, 1996, hal.1.
[4] DEPDAGRI RI DITJEN Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah dan Dep. Pdan K DITJEN Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar, (Jakarta, 1996), hal. 19-20.
[5] Soerjani, Manajemen Kesiswaan, Bahan Sajian Pelatihan Manajemen Pendidikan bagi Kepala SD Daerah Binaan PEQIP se Indonesia, Malang, 1996, hal. 2.
[6] Lihat, Djauzak Ahmad, Petunjuk Penignkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar, (Jakarta, Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1993).
[7] Suyanto dan Djihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia Memasuki Mileniaum III, Cet. I, Cet. I, Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2000), hal.55.
[8] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Cet. III, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 49-80.
[9] Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, (Bandung: Dahlan, tt), hal. 458.
Diposkan oleh Muhajir bin Murlan, M.Ag di 22:30

Sumber: http://lintasdisiplin.blogspot.com/2009/04/manajemen-kesiswaan.html

Tercabulinya hak pribadi siswa

Saya seorang siswa SMU di pati. Sekolah saya dikenal sebagai sekolah yang paling ketat peraturanya di kota saya. Saya sangat bangga dengan sekolah tersebut, karena sekolah itulah yang mengilhami saya untuk berkarya.

Disini saya akan berbicara tentang peraturan sekolahyang perlu ditiadakan. Salah satunya masalah rambut. Dilarangnya rambut gondrong merupakan salah satu peraturan yang ada di beberapa sekolah.sampai saya kelas 3smu saya belum tahu apa tujuan dilarangnya rambut gondrong. Ya, kenapa rambut gondrong tidak diperbolehkan? Bukankah Yesus maupun Einsten berambut gondrong. Bukankah hak setiap insan untuk mengatur tubuhnya, termasuk rambut tentunya. Padahal padahal memanjangkan rambut bukan hal yang nertentangan dengan ajaran agama yang saya anut.

Selama ini saya hanya memangkas rambut setelah rambut saya dipangkas oleh guru di sekolah atau setelah diancam oleh guru agar saya memangkas rambut. Tetapi itu hanya untuk menunda kegondrongan saya. Atau mungkin selama ini para guru mengajarkan pada kita bahwa rambut gondrong pasti dicurigai oleh polisi bila di sekitar kita ada kriminalitas.

Dari hal di atas mungkin dapat di peroleh kesimpulan, bahwa seharusnya peraturan sekolah hanya mengatur siswa tentang hubungan siswa dengan siswa, siswa dengan guru/karyawan sekolah, siswa dengan masyarakat di lingkunganya. Bukanya mengatur urusan pribadi siswa.

sUMBER: http://re-searchengines.com/dariyanto.html

Tahun Ajaran Baru, Terapkan Penilaian dengan Portofolio

Singkawang,- Tahun ajaran baru penialaian terhadap sekolah perlu ada perubahan. Penilaian dengan portofolio merupakan salah satu cara yang tepat dilakukan tahun 2004.

Demikian diutarakan Pengawas Sekolah di Kota Singkawang,Mohammad Ali Mohtar. Mengapa perlu portofolio? pria yang sering memberikan materi pembinaan teknis kepada guru-guru di sekolah ini menguraikan, penilaian perlu dilakukan secara sistematis dan terencana dengan baik agar benar-benar memberikan hasil penilaian yang akurat. Penilaian memiliki tujuan untuk menilai pembelajaran, mendiagnosis kesulitan belajar anak didik. Membedakan pembelajaran sesuai dengan keperluan anak didik, memilih dan

menempatkan anak didik memberikan informasi kepada orang tua, memberi

penguatan kepada anak didik, dan memberi penguatan untuk guru.

"Salah satu bentuk penilaian non test adalah penilaian dengan portofolio. Portofolio dapat digunakan untuk kepentingan individual, kelompok, kelas, atau sekolah, penggunaan portofolio untuk individu sangat bermanfaat sebagai dokumentasi dan pengembangan. Seorang anak didik yang dilatih untuk memiliki portofolio akan memiliki dokumen lengkap perkembangan hasil belajarnya sejak permulaan, serta dapat mengevaluasi diri sehingga dapat merencanakan untuk melakukan usaha pembenahan diri pada bagian-bagian yang dirasa kurang," bebernya.

Lebih lanjut diutarakan portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan bukti-bukti pengalaman belajar anak didik yang dikumpulkan sepanjang waktu. Misalnya selama satu semester atau satu tahun. Dalam konteks penilaian itu dapat berarti kumpulan karya anak didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran, digunakan oleh guru dan anak didik untuk memantau perkembangan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitudes) para anak didik.

"Portofolio digunakan sebagai lampiran dalam memberikan hasil belajar anak didik. Dengan kata lain, portofolio tidak berdiri sendiri tetapi merupakan dokumen pendukung laporan kepada orang tua. Dengan portofolio

maka informasi yang diterima orang tua dalam menerima laporan hasil belajar anak lebih lengkap karena disertai dengan dokuman perkembangan hasil belajar," tandasnya.

Penilaian dengan portofolio memiliki tujuan, untuk memantau kemajuan anak didik dari hari kehari dan untuk mendorong anak didik untuk merefleksi pembelajaran mereka sendiri,untuk memberikan informasi kepada orang tua tentang perkembangan anak didik secara lengkap dan dukungan data dan dokumen yang akurat. Oleh karena itu bukti-bukti hasil karya atau pekerjaan anak didik yang dikumpulkan itu harus relevan dengan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dimiliki anak didik sesuai tuntutan program kegiatan belajar TK/RA, SD/MI, SLTP/MTS dan SLTA/MA.

"Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penciptaan suasana belajar mengajar yang mendukung penilaian kelas dengan portofolio, antara lain penilaian terhadap proses dan hasil, penilaian dengan portofolio tidak sekedar penilaian hasil akhir pembelajaran, melainkan juga perlu memberikan penilaianterhadap proses belajar. Dalam mencapai kompetensinya yang maximal anak didik menempuh proses pembelajaran yang melibatkan berbagai aspek kemampuannya, seperti kemampuan berfikir kritis, memperhatikan nilai estetika dan etika serta praktika yang melibatkan psikomotornya," katanya sembari menuturkan bila hal itu dilakukan maka proses perkembangan dan kemajuan belajar anak didik dapat dideteksi sejak awal, sehingga guru orang tua dan bahkan anak didik itu sendiri dapat melakukan langkah-langkah perbaikan dan bimbingan yang diperlukan.(krl)< Tahun ajaran baru penialaian terhadap sekolah perlu ada perubahan. Penilaian dengan portofolio merupakan salah satu cara yang tepat dilakukan tahun 2004.

Demikian diutarakan Pengawas Sekolah di Kota Singkawang,Mohammad Ali Mohtar. Mengapa perlu portofolio? pria yang sering memberikan materi pembinaan teknis kepada guru-guru di sekolah ini menguraikan, penilaian perlu dilakukan secara sistematis dan terencana dengan baik agar benar-benar memberikan hasil penilaian yang akurat. Penilaian memiliki tujuan untuk menilai pembelajaran, mendiagnosis kesulitan belajar anak didik. Membedakan pembelajaran sesuai dengan keperluan anak didik, memilih dan

menempatkan anak didik memberikan informasi kepada orang tua, memberi

penguatan kepada anak didik, dan memberi penguatan untuk guru.

"Salah satu bentuk penilaian non test adalah penilaian dengan portofolio. Portofolio dapat digunakan untuk kepentingan individual, kelompok, kelas, atau sekolah, penggunaan portofolio untuk individu sangat bermanfaat sebagai dokumentasi dan pengembangan. Seorang anak didik yang dilatih untuk memiliki portofolio akan memiliki dokumen lengkap perkembangan hasil belajarnya sejak permulaan, serta dapat mengevaluasi diri sehingga dapat merencanakan untuk melakukan usaha pembenahan diri pada bagian-bagian yang dirasa kurang," bebernya.

Lebih lanjut diutarakan portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan bukti-bukti pengalaman belajar anak didik yang dikumpulkan sepanjang waktu. Misalnya selama satu semester atau satu tahun. Dalam konteks penilaian itu dapat berarti kumpulan karya anak didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran, digunakan oleh guru dan anak didik untuk memantau perkembangan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitudes) para anak didik.

"Portofolio digunakan sebagai lampiran dalam memberikan hasil belajar anak didik. Dengan kata lain, portofolio tidak berdiri sendiri tetapi merupakan dokumen pendukung laporan kepada orang tua. Dengan portofolio

maka informasi yang diterima orang tua dalam menerima laporan hasil belajar anak lebih lengkap karena disertai dengan dokuman perkembangan hasil belajar," tandasnya.

Penilaian dengan portofolio memiliki tujuan, untuk memantau kemajuan anak didik dari hari kehari dan untuk mendorong anak didik untuk merefleksi pembelajaran mereka sendiri,untuk memberikan informasi kepada orang tua tentang perkembangan anak didik secara lengkap dan dukungan data dan dokumen yang akurat. Oleh karena itu bukti-bukti hasil karya atau pekerjaan anak didik yang dikumpulkan itu harus relevan dengan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dimiliki anak didik sesuai tuntutan program kegiatan belajar TK/RA, SD/MI, SLTP/MTS dan SLTA/MA.

"Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penciptaan suasana belajar mengajar yang mendukung penilaian kelas dengan portofolio, antara lain penilaian terhadap proses dan hasil, penilaian dengan portofolio tidak sekedar penilaian hasil akhir pembelajaran, melainkan juga perlu memberikan penilaianterhadap proses belajar. Dalam mencapai kompetensinya yang maximal anak didik menempuh proses pembelajaran yang melibatkan berbagai aspek kemampuannya, seperti kemampuan berfikir kritis, memperhatikan nilai estetika dan etika serta praktika yang melibatkan psikomotornya," katanya sembari menuturkan bila hal itu dilakukan maka proses perkembangan dan kemajuan belajar anak didik dapat dideteksi sejak awal, sehingga guru orang tua dan bahkan anak didik itu sendiri dapat melakukan langkah-langkah perbaikan dan bimbingan yang diperlukan.(krl)

sUMBER: http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Singkawang&id=46025

Hardiknas 2009: Pendidikan Sains, Teknologi, dan Seni Menjamin Pembangunan Berkelanjutan dan Meningkatkan Daya Saing Bangsa

BANDUNG, itb.ac.id - Bertempat di halaman Kantor Rektorat ITB Jl. Tamansari 64 Bandung, pada hari Sabtu (02/05/09) diselenggarakan upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional 2009. Acara yang dipimpin oleh Rektor ITB, Prof. Dr. Djoko Santoso, MSc. dan dihadiri oleh segenap sivitas akademika dan karyawan, berlangsung khidmat dari jam 08.00 pagi sampai selesai.

Setiap peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) selalu mengenang tokoh yang berjasa dalam bidang pendidikan nasional yaitu Ki Hajar Dewantoro yang telah berjuang dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk meneladani perjuangan beliau dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat serta tuntutan kemajuan ipteks, maka tahun ini Hardiknas bertemakan "Pendidikan Sains, Teknologi, dan Seni Menjamin Pembangunan Berkelanjutan dan Meningkatkan Daya Saing Bangsa".

Dalam sambutan Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Bambang Soedibyo, yang dibacakan oleh Rektor ITB mengemukakan bahwa meskipun upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa telah menampakkan banyak kemajuan melalui berbagai pengembangan ipteks, namun perlu disadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan tantangan yang harus dihadapi. Untuk menjawab kekurangan dan tantangan tersebut Depdiknas telah membuat 3 (tiga) pilar kebijakan yang dirangkum dalam Rencana Strategis Depdiknas 2005-2009, yaitu pemerataan dan perluasan akses pendidikan; peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan; serta penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan. Pada akhir tahun 2008 hampir seluruh indikator kinerja utama rencana strategis tersebut telah tercapai dan banyak yang melampaui target.

Sebelas Terobosan Depdiknas

Sementara itu untuk menjawab tantangan pembangunan pendidikan nasional ke depan, pada tahun 2009 Depdiknas telah menetapkan 11 (sebelas) terobosan kebijakan massal dan telah menunjukkan hasil-hasil positif sebagai berikut:
1. Pendanaan pendidikan secara massal;
2. Peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik;
3. Penerapan TIK untuk e-pembelajaran dan e-administrasi;
4. Pembangunan prasarana dan sarana pendidikan;
5. Rehabilitasi prasarana dan sarana pendidikan;
6. Reformasi perbukuan secara mendasar;
7. Peningkatan mutu dan daya saing pendidikan dengan pendekatan komprehensif;
8. Perbaikan rasio peserta didik SMK : SMA;
9. Otonomisasi satuan pendidikan;
10.Intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan nonformal dan informal untuk menggapaikan layanan pendidikan kepada peserta didik yang tak terjangkau pendidikan formal (reaching the unreached);
11.Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra public pendidikan dengan pendekatan komprehensif.

Dari semua kerja keras itu, salah satu capaian untuk jenjang pendidikan tinggi adalah beberapa perguruan tinggi telah mendapat pengakuan sebagai perguruan tinggi berkelas dunia (world class university) seperti versi Times Higher Education Suplement (THES), dimana ITB sendiri memperoleh peringkat 315. Dari total perguruan tinggi yang memperoleh peringkat ada 520 program studi (prodi) yang masuk dalam peringkat 500 dari seluruh dunia pada tahun 2008. Selain itu, 47 prodi UT (Universitas Terbuka) mendapatkan akreditasi dari International Council of Distance Education (ICDE), sehingga sampai saat ini terdapat 567 prodi berkelas dunia yag melayani sekitar 12% dari seluruh mahasiswa Indonesia.



Trackback
Trackback URI:http://www.itb.ac.id/news/trackback/2445

Sistem Penilaian Ktsp Sma - Presentation Transcript

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL SISTEM PENILAIAN KTSP ( SMA) Sosialisasi KTSP
Assessment Purposes PRINSIP • Keeping track, Melacak kemajuan PENILAIAN peserta didik • Checking up, • Valid Mengecek ketercapaian • Obyektif kemampuan. • Adil • Finding out, • Terbuka Mendeteksi • Bermakna kesalahan • Mendidik • Summing up, Menyimpulkan • Menyeluruh • Berkesinambungan Sosialisasi KTSP
PENGERTIAN-PENGERTIAN  Pengukuran adalah kegiatan yang sistematik untuk menentukan angka pada objek atau gejala  Pengujian terdiri dari sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah  Penilaian adalah penafsiran hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil belajar  Evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan penentuan pencapaian tujuan suatu program SISTEM PENILAIAN • Sistem Penilaian mencakup jenis ujian, bentuk soal, dan pelaksanaannya, pengelolaan & pelaporan hasil ujian. • Jenis Ujian adalah berbagai tagihan, seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Sosialisasi KTSP
TUJUAN PENILAIAN • Menilai kemampuan individual melalui tagihan dan tugas tertentu • Menentukan kebutuhan pembelajaran • Membantu dan mendorong peserta didik • Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik • Menentukan strategi pembelajaran • Akuntabilitas lembaga • Meningkatkan kualitas pendidikan Sosialisasi KTSP
ACUAN PENILAIAN KRITERIA • Prinsipnya semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama dan bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan untuk mencapai kemampuan tertentu berbeda. • Kriteria ketuntasan harus ditentukan terlebih dahulu. • Hasil penilaian : Lulus dan Tidak Lulus INDIKATOR • Karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda, perbuatan, atau respon yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik, untuk menunjukkan bahwa peserta didik ybs. telah mencapai KD tertentu. Sosialisasi KTSP
PENYUSUNAN INDIKATOR • Dikembangkan dari KD; • Menggunakan kata kerja operasional dengan tingkat berpikir menengah dan tinggi; • Tiap KD dijabarkan menjadi 3 (tiga) atau lebih indikator oleh guru, yang menjadi acuan/panduan/konstruk bagi guru dalam membuat indikator penilaian. • Untuk non-tes, dibuat dulu ciri-ciri (indikator) yang dijabarkan dari aspek yang akan diukur, misalnya minat, motivasi belajar, disiplin, kerjasama, dsb. • Dalam 1 semester, bisa dilakukan beberapa jenis ujian sesuai rancangan guru, yang harus diinformasikan kepada peserta didik. • Materi ujian tengah semester dan akhir semester terdiri atas beberapa KD yang memiliki kesamaan karakteristik. Sosialisasi KTSP
PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN HASIL BELAJAR BERBASIS KOMPETENSI • Belajar tuntas (mastery learning), peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik. • (John B. Carrol, A Model of School Learning) Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran, dan diajar sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan. Sosialisasi KTSP
BELAJAR TUNTAS  Prinsip belajar tuntas untuk pencapaian kompetensi sangat efektif untuk meningkatkan kinerja akademik (John B. Carrol James Block and Benjamin Bloom)  “Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk be berapa mata pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan”. (John B. Carrol, A Model of School Learning)  Guru harus mempertimbangkan antara waktu yang diperlukan (berdasarkan karakteristik peserta didik) dan waktu yang tersedia (di bawah kontrol guru) (John B. Carrol) Sosialisasi KTSP
BELAJAR TUNTAS, Lanjutan….. JH. Block, B. Bloom: • “Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka” • Perhatian harus difokuskan pada pengajaran unit-unit terkecil, dan tes menggunakan acuan kriteria guna menentukan apakah peserta didik telah memiliki keterampilan yang dipersyaratkan pada setiap tingkatan keberhasilan belajarnya. • Tidak ada ukuran penentu 80%, yang penting bukan nilai pasti skor kelulusan, melainkan level minimal yang harus dimiliki dan diperlukan oleh peserta didik. Sosialisasi KTSP
BELAJAR TUNTAS, Lanjutan ….. Nitko, (1996 – P. 291) : • Peserta didik harus mencapai skor 80-90% sebelum beralih pada modul/topik berikutnya. • Guru dapat menentukan skor/batas lulus untuk setiap target belajar. Patokan yang digunakan 80 % atau yang mendekati. Sosialisasi KTSP
PENENTUAN KETUNTASAN • Nilai Ketuntasan Ideal = 100 • Guru dan sekolah dapat menetapkan nilai Ketuntasan Minimum secara bertahap dan terencana agar memperoleh nilai ideal. • Nilai ketuntasan minimum per-mata pelajaran ditetapkan berdasarkan tingkat kesulitan dan kedalaman kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik (setiap mata pelajaran dapat berbeda batas min. nilai ketuntasannya). Akan tetapi, idealnya penentuan ketuntasan diberikan untuk setiap indikator. • Peserta didik yang belum tuntas harus mengikuti program remedial. Sosialisasi KTSP
SISTEM PENILAIAN BERKELANJUTAN • Menilai semua Kompetensi Dasar • Penilaian dapat dilakukan pada satu atau lebih Kompetensi Dasar • Hasil penilaian dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial atau program pengayaan. • Penilaian mencakup aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. • Aspek afektif diukur melalui pengamatan dan kuesioner Sosialisasi KTSP
PENILAIAN BERKELANJUTAN • Penilaian dapat dilakukan beberapa kali sampai peserta didik mencapai tingkat ketuntasan yang ditetapkan. • Materi penilaian dapat terdiri dari satu atau sejumlah Kompetensi Dasar. • Nilai akhir semester merupakan nilai kumulatif dari keseluruhan nilai perolehan, selama satu semester yang terkait. Sosialisasi KTSP
PROGRAM REMEDIAL • Pemberian Tugas • Pembelajaran Ulang • Belajar Mandiri • Belajar Kelompok dgn. Bimbingan Alumni atau tutor sebaya • dan lain-lain, yang semuanya diakhiri dengan ujian. Sosialisasi KTSP
PROGRAM PENGAYAAN Penguatan pada KD tertentu dengan memberi tugas membaca, tutor sebaya, diskusi, mengerjakan soal yang hasilnya dinilai dan direkam, namun tidak mempengaruhi nilai raport namun tetap diungkapkan dalam keterangan profil hasil belajar peserta didik. Sosialisasi KTSP
ASPEK YANG DIUKUR DALAM PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI A. Aspek Kognitif (6 Tingkat Kognitif Berfikir) B. Afektif C. Aspek Psikomotor Sosialisasi KTSP
A. ASPEK KOGNITIF (6 Tingkat Kognitif Berfikir) >>TAXONOMY COGNITIVE BLOOM (Bloom, Englehart, Furst, Hill, Krathwohl’ 56) 1. Pengetahuan (Knowledge), Kemampuan mengingat (misalnya: nama ibu kota, rumus). 2. Pemahaman (Comprehension), Kemampuan memahami (misalnya: menyimpulkan suatu paragraf). 3. Aplikasi (Application), Kemampuan Penerapan (Misalnya: menggunakan suatu informasi/ pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah). 4. Analisis (Analysis), Kemampuan menganalisis suatu informasi yang luas menjadi bagian-bagian kecil (Misalnya: menganalisis bentuk, jenis atau arti suatu puisi). 5. Sintesis (Synthesis), Kemampuan menggabungkan beberapa informasi menjadi suatu kesimpulan (misalnya: memformulasikan hasil penelitian di laboratorium). 6. Evaluasi (Evaluation), Kemampuan mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk dan memutuskan untuk mengambil tindakan tertentu. Untuk penyusunan soal, sesuai dengan indikator yang telah disusun dalam silabus, hendaknya memiliki tingkat berpikir menengah sampai tinggi. Sosialisasi KTSP
B. AFEKTIF • Mencakup penilaian a.l. : Sikap, Tingkah Laku, Minat, Emosi dan Motivasi, Kerjasama, Koordinasi dari setiap peserta didik. • Dilakukan melalui pengamatan dan interaksi langsung secara terus menerus. Pada umumnya dilakukan secara non-ujian (misalnya; untuk mengetahui siapa peserta didik yang bisa dipercaya, siapa peserta didik yang disiplin, siapa yang berminat ke jurusan Ilmu Sosial atau Ilmu Alam dll) • Setiap informasi yang diperoleh dikumpulkan dan disimpan sebagai referensi dalam penilaian berikutnya. • Penilaian afektif dibagi atas penilaian afektif secara umum (budi pekerti) dan penilaian afektif per matapelajaran. Sosialisasi KTSP
C. ASPEK PSIKOMOTOR • Tidak semua mata pelajaran dapat dinilai aspek psikomotornya (disesuaikan dengan tuntutan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik) • Digunakan untuk pembelajaran yang banyak memerlukan praktik: Pendidikan Agama, Pendidikan Seni, Pendidikan Jasmani, Praktik IPA dan Bahasa. Sosialisasi KTSP
CAKUPAN PENILAIAN • Aspek penilaian afektif terdiri dari: – Menerima (receiving) termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, respon, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar – Menanggapi (responding): reaksi yang diberikan: ketepatan reaksi, perasaan kepuasan dll – Menilai (evaluating): kesadaran menerima norma, sistem nilai dll – Mengorganisasi (organization): pengembangan norma dan nilai dalam organisasi sistem nilai – Membentuk watak (Characterization): sistem nilai yang terbentuk mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku. • Aspek Psikomotorik terdiri dari: – Meniru (perception) – Menyusun (manipulating) – Melakukan dengan prosedur (precision) – Melakukan dengan baik dan tepat (articulation) – Melakukan tindakan secara alami (naturalization) Sosialisasi KTSP
• Penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik harus mencakup aspek-aspek kecakapan hidup (life skill) Sosialisasi KTSP
KESADARAN Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, DIRI makhluk sosial dan makhluk lingkungan Kesadaran akan potensi diri dan KECAKAPAN dorongan utk mengembangkannya BERPIKIR & BERNALAR Menggali informasi Mengolah informasi & mengambil keputusan dgn cerdas Aspek Kecakapan Memecahkan masalah secara arif dan kreatif Hidup Mengidentifikasi variabel & hubungan satu dgn lainnya (life skill) KECAKAPAN Merumuskan hipotesis AKADEMIK Merancang & melaksanakan penelitian Sosialisasi KTSP
Aspek Kecakapan Hidup (life skill) KECAKAPAN Vokasional dasar VOKASIONAL Vokasional khusus Kecakapan mendengarkan Kecakapan berbicara KECAKAPAN Kecakapan membaca KOMUNIKASI Kecakapan menuliskan pendapat/gagasan Kecakapan sebagai teman kerja KECAKAPAN yang menyenangkan BEKERJASAMA Kecakapan sebagai pimpinan yang berempati Sosialisasi KTSP
PENILAIAN • Tingkat kemampuan yang dituntut dari peserta didik setelah ia mempelajari kompetensi dasar tertentu yang ditunjukkan dengan berbagai perilaku hasil belajar. • Penilaian dari hasil belajar peserta didik dapat diperoleh melalui berbagai cara atau jenis. Sosialisasi KTSP
JENIS PENILAIAN • KUIS, isian atau jawaban singkat yg menanyakan hal-hal prinsip. • PERTANYAAN LISAN, mengukur pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema. • ULANGAN HARIAN, dilakukan secara periodik pada akhir pembelajaran KD tertentu. • ULANGAN TENGAH SEMESTER DAN AKHIR SEMESTER, dilakukan dengan menggabungkan beberapa KD dalam satu waktu. Sosialisasi KTSP
Lanjutan jenis penilaian • TUGAS INDIVIDU, diberikan dalam waktu- waktu dan kebutuhan tertentu dalam berbagai bentuk (klipping, paper, dsb.) • TUGAS KELOMPOK, digunakan untuk menilai kompetensi kerja kelompok. • RESPONSI atau UJIAN PRAKTIK, digunakan pada MP tertentu yg membutuhkan praktikum, baik pra (untuk mengetahui kesiapan) maupun pasca (untuk mengetahui pencapaian KD tertentu. • LAPORAN KERJA PRAKTIK, dilakukan pada MP yang membutuhkan praktikum dengan mengamati suatu gejala dan dilaporkan. Sosialisasi KTSP
PENILAIAN PORTOFOLIO • Penilaian dengan metode pengumpulan informasi atau data secara sistematik, atas hasil pekerjaan seseorang (Popham,1994). • Salah satu metode penilaian berkesinambungan yang memiliki hasil penilaian dengan akurasi yang tinggi. • Kumpulan hasil belajar / karya peserta didik (hasil- hasil tes, tugas perorangan, praktikum) yang dinilai proses kemajuannya baik secara analitik, holistik atau kombinasi keduanya. • Berfungsi sebagai alat untuk mengetahui kemajuan (progress) tentang kompetensi yang telah dicapai dan mendiagnosis kesulitan belajar dll.(bagi guru, peserta didik dan orang tua). Sosialisasi KTSP
PENILAIAN PORTOFOLIO lanjutan … • Sangat efektif untuk proses perbaikan dan penyempurnaan kegiatan pembelajaran dan dapat memberikan umpan balik • Dalam praktiknya guru dapat mengembangkan berbagai cara sesuai dengan kreatifitas masing- masing. • Jenis penilaian portofolio dapat diterapkan di antaranya pada kemampuan menulis (bahasa) dan melukis (seni) • Contoh: portofolio menulis, dipakai untuk mengukur kemampuan khusus menulis yang menilai proses kemajuannya dan mendiagnosis bidang-bidang yang memerlukan peningkatan. Sosialisasi KTSP
PENILAIAN PORTOFOLIO lanjutan … • Evaluasi produk portofolio berdasarkan penskoran holistik, analitik atau kombinasi keduanya. • Penskoran holistik berdasarkan keseluruhan impresi dari produk bukan hanya sekedar pertimbangan unsur-unsur individu. Keputusan global dibuat dengan menggunakan skor numerik untuk setiap produk. • Penskoran analitik memerlukan keputusan untuk setiap ka-rakteristik yang berbeda dari suatu produk. Sebagai contoh: penilaian kemampuan menulis seperti organisasi, vocabulary, gaya, ide- ide, dan mekanik dinilai terpisah. Sosialisasi KTSP
PENYIAPAN PERANGKAT PENILAIAN • Sebelum masa semester 1, guru/kelompok MGMP sekolah menyusun silabus dan sistem penilaian untuk kurun waktu 1 semester atau 2 semester (1 thn). • Setiap indikator pada masing-masing KD, minimal dibuatkan 3 (tiga) bentuk/jenis soal. >>> 1 soal ujian harian, 1 ujian susulan, dan 1 soal remedial. • Ditentukan jadwal ujian harian, tengah semester, akhir semester dan remedial, minimal untuk 1 semester. • Pada awal semester, guru menjelaskan SK dan KD yang harus dicapai oleh peserta didik, berikut sistem penilaian yang akan diterapkan. Sosialisasi KTSP
Lanjutan penyiapan perangkat penilaian • Pelaksanaan ujian dilakukan dengan penjadwalan yang matang untuk menghindari beban ujian yang berlebihan pada hari yang sama. >>> Perlu koordinasi antar guru matapelajaran, jadwal ujian diinformasikan kepada orangtua dan peserta didik. • Setiap hasil ujian ditelaah oleh guru melalui MGMP, dan direkam secara berkelanjutan untuk mengetahui tingkat pencapaian SK/KD. • Hasil setiap ujian dilaporkan secara komprehensif kepada orangtua, baik KD yang telah maupun yang belum dicapai. Sosialisasi KTSP
PENYIAPAN BAHAN PENILAIAN Penilaian Proses: a. Tes - Tes Tertulis (kognitif) - Tes Lisan (kognitif, psikomotor dan affektif : wawancara, kuis - Tes Perbuatan (Psikomotor, kognitif): Jenis Demonstrasi, Eksperimen Penilaian b. Non Tes Penilaian Individu Produk: - Laporan - Hasil Karya Kelompok Sosialisasi KTSP
BENTUK PENILAIAN Tes Tertulis - Obyektif : Pilihan ganda, Menjodohkan, Benar Salah - Non Obyektif : Kuis/Jawaban Singkat, uraian Tes Lisan - Pedoman Wawancara Tes Perbuatan - Daftar Cek, Lembar Pengamatan Non Tes - Angket, Kuesioner, Check-list, Inventori, Skala Sikap, dan pengamatan. Produk - Daftar Cek/Pedoman Penskoran Sosialisasi KTSP
CONTOH PENILAIAN BERKELANJUTAN SK : 1. Berkreasi seni rupa NO KD MP UJI 1 UJI 2 UJI 3 NA (Remedial) (Remedial) (Batas Ketuntasan ditetapkan guru) 1.1 Menggam Pengt, bar obyek Unsur, Benda Teknik 5 6 7 7 Latihan Gambar 1.2. Menggam Pengt, 7 7 bar Alam Unsur, Teknik Latihan Gambar Sosialisasi KTSP
Selesai Sosialisasi KTSP

Sumber: http://www.slideshare.net/pujimr/sistem-penilaian-ktsp-sma-460345

YUG Bantu Pembangunan Sarana Pendidikan di Banten, Banten Percontohan GN-OTA

Ketua Gerakan Nasional Orang Tuan Asuh (GN-OTA) yang juga mantan Menteri Sosial Inten Soeweno mengatakan, Provinsi Banten merupakan satu-satunya provinsi yang dijadikan proyek percontohan GNOTA. Dia menilai, masyarakat, ulama dan pejabat pemerintah di daerah ini mempunyai dedikasi yang sangat tinggi terhadap dunia pendidikan.



"GNOTA baru dapat memberi bantuan berupa beasiswa kepada anak sekolah yang miskin, sementara aspek lainnya seperti kesejahteraan guru dan fasilitas lainnya belum bisa tersentuh GNOTA," ungkapnya di Kecaamatan Malingpin, Keb Lebak, Banten, Sabtu pekan lalu.



Menurut Inten, sejak berdiri 1996, GNOTA saat ini memberikan bantuan kepada 2.675 murid SD yang tersebar di 130 SD di Banten. Sementara yang belum mendapat bantuan tercatat 42.000 murid di 720 SD. Sedangkan, untuk tingkat nasional murid SD yang telah mendapat bantuan dari GNOT hingga Maret 2003 tercatat 3.700.000 murid. Sisanya, 8 juta murid sama sekali belum mendapat bantuan.



Ny Inten mengurai hal itu ketika meresmikan rehabilitasi sekolah yang rusak yaitu SDN Sukaraja 02 dan 03, Malingping, Kab, Lebak yang pelaksanaannya dilakukan Yayasan Untukmu Guru (YUG).



Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Didie Supriadie mengatakan bahwa di Banten masih terdapat 4.151 gedung SD yang kondisinya rusak parah. "Ini bukan bantuan pertama kali yang diterima Provinsi Banten, pada tahun 2001 kami telah mendapatkan bantuan seragam sekolah untuk SD, SLTP dan SLTA dari GNOTA," ungkapnya.



Sedangkan pembangunan sarana pendidikan oleh YUG merupakan bagian dari upaya meningkatkan mutu pendidikan di Tanah Air yang tertinggal jauh dari negara-negara lain di Asia, kata Ketua YUG, M. Sobirin kepada wartawan usai peresmian dua gedung SDN itu.



Dikatakannya, dalam tahun 2003 ini, pihaknya akan membangun kembali tujuh gedung SDN yang rusak parah di Kecamatan Malimping, dengan total anggaran mencapai Rp1 miliar. "Ini adalah pilot projek program kami, mudah-mudahan menjadi contoh bagi masyarakat maupun pengusaha lainnya yang peduli terhadap pendidikan," tambah Sobirin.



Acara peresmian yang berlangsung meriah ini dipandu pembawa acara anak-anak di telvisi Kak Kusumo. Serta dihadiri ratusan masyarakat setempat, dan artis Christine Hakim, Ketua GNOTA Provinsi Banten Ny Djoko Munandar, Ketua Komisi E DPRD Banten Hadjid Harnawidagda, Kepala Dinas Pendidikan Nasional Pemprov Banten Didie Supriadie, unsur Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Kecamatan Malimping dan aparat Desa Sukaraja.



Sobirin menjelaskan, keputusan membangun gedung SDN



di wilayah terpencil Provinsi Banten itu, untuk dijadikan pilot proyek Yayasan Untukmu Guru didasarkan pertimbangan bahwa di wilayah ini masih banyak terdapat gedung sekolah yang rusak parah sehingga mengganggu proses belajar siswa.



"Kebetulan GNOTA mempunyai data tentang sekolah-sekolah yang rusak dan murid-murid di daerah ini yang perlu mendapat bantuan," katanya.



Sobirin mengemukakan, Yayasan Untukmu Guru sangat menaruh perhatian besar pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia masih rendah.



Itulah sebabnya, saat ini Indonesia masih mengalami krisis ekonomi. Padahal, kata Sobirin, negara-negara lain yang dahulunya sama-sama menglami krisis, kondisi ekonomi sudah kembali pulih.



"Sekarang ini kualitas pendidikan kita berada di nomor urut 111 dibawah negara Vietnam yang baru merdeka, padahal dulu Malaysia meminta bantuan guru kepada kita sementara sekarang sebaliknya," ungkapnya.



Selain membantu pembangunan gedung SD, Yayasan Untukmu Guru juga membantu meningkatkan taraf hidup gurunya serta memberikan bantuan bea siswa kepada murid yang kurang mampu.



"Dunia pendidikan tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, sebab pemerintah mempunyai kemampuannya terbatas, untuk itu masyarakat harus ikut serta membantunya," ujarnya. (roy)

Sumber: http://www.hupelita.com/baca.php?id=12370

Teknik non-Tes dalam Pengajaran membaca

Teknis nontes merupakan suatu alat penilaian yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan testi (Inggris: testee) dengan tidak menggunakan alat tes. Penilaian yang dilakukan dengan teknis nontes terutama bertujuan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan tingkah laku apektif dan psikomotor. Meskipun bentuk-bentuk teknis nontes ini banyak macamnya, namun dalam bab ini hanya akan dikupas beberapa buah saja yang dianggap cocok untuk mengukur tingkah laku afektif dan psikomotor aktivitas membaca siswa.

Wawancara

Wawancara atau interview merupakan salah satu alat penilaian nontes yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan tanya-jawab sepihak. Mengapa dikatakan sepihak? Dikatakan sepihak karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kegiatan wawancara itu hanya berasal dari pihak pewawancara saja, sementara responden hanya bertugas sebagai penjawab. Ada dua macam bentuk wawancara , yaitu wawancara terpimpin dan wawancara bebas. Yang dimaksud wawancara terpimpin adalah suatu kegiatan wawancara yang pertanyaan-pertanyaan serta kemungkinan-kemungkinan jawabannya itu telah dipersiapkan pihak pewawancara, responden tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan penanya. Sebaliknya dalam wawancara bebas, responden diberi kebebasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara sesuai dengan pendapatnya tanpa terikat oleh ketentuan-ketentuan yang telah dibuat si pewawancaranya.

Sekarang, mari kita lihat contoh-contoh pertanyaan wawancara, baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk terpimpin.

Contoh pertanyaan wawancara bentuk bebas untuk mengukur tingkah laku afektif dan membaca siswa.:

1) Apakah anda melakukan aktivitas membaca pada setiap
harinya?
2) Rata-rata berapa lama anda membaca dalam satu hari?
3) Jenis bacaan yang bagaimanakah yang anda sukai?
4) Apakah anda berlanggana surat kabar, majalah, jurnal,
atau yang lainnya? Coba sebutkan!
5) Bagaimana perasaan anda jika dalam suatu hari anda
tidak melakukan kegiatan membaca?

Contoh pertanyaan wawancara terpimpin untuk mengukur tingkah laku apektif membaca siswa:

Pertanyaan Alternatif Jawaban
1)

Apakah kegiatan membaca merupakan bagian dari aktivitas anda sehari-hari? a)
Ya, tak pernah satu haripun terlewatkan
b)
tidak selalu, tetapi sering.
c) kadang-kadang saja
d)
sama sekali tidak pernah
2)
Berapa jam rata-rata anda membaca dalam setiap hari? a) lebih dari 4 jam
b) antara 2-4 jam
c) antara 1-2 jam
d) kurang dari 1 jam
3)

Jenis bacaan yang bagaimanakah yang paling anda minati? a)
bacaan ilmiah/non fiksi
b) bacaan sastra/fiksi
c) bacaan populer

Dari contoh-contoh pertanyaan wawancara di atas, guru akan dapat mengukur perilaku afektif siswa dalam kegiatan membaca dengan melihat kecendrungan jawaban yang diberikan siswa. Contoh-contoh pertanyaan tersebut diatas hanya merupakan sekelumit contoh saja, anda dapat mengembangkan sendiri pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai dengan informasi yang ingin anda ketahui. Perilaku afektif dan psikomotor siswa dapat dinyatakan dengan kriteria: sangat baik, baik, cukup, kurang, kurang sekali atau kriteria lainnya yang sejenis dengan itu.

Sekarang mari kita lihat teknis nontes yang lainnya

Pengamatan

Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik nontes yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu melalui pengamatan terhadap objeknya secara langsung, seksama dan sistematis. Teknis ini sangat cocok dipergunaakan untuk menilai atau mengukur kadar perilaku, baik kognitif, apektif maupun psikomotor. Demikian pula halnya untuk kepentingan penilaian perilaku membaca.

Untuk mengukur kemampuan membaca siswa, teknis tes rupanya lebih cocok digunakan ketimbang teknis nontes. Namun untuk mengukur sikap, minat dan kebiasaan membaca, barangkali teknis nonteslah yang lebih tepat dipergunakan. Salah satu alat penilaian yang bersifat nontes itu adalah kegiatan mengamati atau mengobservasi.

Ada dua macam jenis pengamatan yang biasa dipergunakan orang, yaitu pengamatan berstruktur dan pengamatan tidak berstruktur. Dalam pengamatan berstruktur, kegiatan pengamatan itu telah diatur sebelumnya. Isi, maksud, objek yang diamati, kerangka kerja, dan lain-lain,.telah ditetapkan sebelum kegiatan pengamatan dilaksanakan. Oleh karena itu , kegiatan pencatatan hanya dilakukan terhadap data-data yang sesuai dengan cakupan bidang kebutuhan seperti yang telah ditetapkan sejak semula. Lain halnya dengan pengamatan tak berstrukur, dalam melakukan pengamatannya, si pengamat tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setiap data yang muncul yang dianggap relevan dengan tujuan pengamatannya langsung dicatat. Dengan demikian, data yang diperoleh lebih mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Perilaku siswa dalam keadaan seperti itu bersifat wajar, apa adanya dan tidak dibuat-buat.

Pengamatan berstruktur misalnya, dipergunakan untuk menilai keterampilan berpidato, keterampilan membaca indah (seperti membaca sajak, cerpen dan lain-lain), keterampilan berbicara dan sebagainya. Kerangka kerja yang perlu dipersiapkan untuk menilai keterampilan-keterampilan diatas, misalnya yang berkaitan dengan masalah lafal, diksi, intonasi, kepasihan, penampilan, ketatabahasaan dan lain-lain. Masing-masing komponen tersebut terdiri atas pernyataan-pernyataan penilaian yang bersifat kualitatif yang dapat diekuivalenkan dengan lambang-lambang kuantitatif.

Pengamatan tak berstruktur sangat cocok untuk menilai sikap, misalnya saja minat, motivasi dan kebiasaan membaca murid anda. Penilaian terhadap minat, motivasi dan kebiasaan membaca, antara lain dapat memperhatikan pernyataan-pernyataan berikut:

Bagaimana sikapnya jika menghadapi bahan bacaan?
(1) Seberapa jauh tingkat keterlibatannya dalam aktivitas
membaca?
(2) Apakah para siswa mengisyaratkan adanya suatu bukti
bahwa dilingkungan rumahnya terlibat dalam aktivitas
membaca?
(3) Apa hobinya?
(4) Apa yang bisa dilakukannya pada waktu luang?
(5) Apakah siswa anda menyukai buku-buku?
(6) Apakah siswa anda memperlihatkan kemauan untuk
belajar membaca?
(7) Apakah siswa anda sering mengunjungi perpustakaan
dan apa saja yang dilakukannya disana?
(8) Apakah siswa anda suka bercerita tentang sesuatu?
(9) Apakah anda sering menjumpai siswa anda di toko
buku?
dan lain-lain.

Pengamatan guru terhadap perilaku afektif dan psikomotor siswa tidak hanya dapat dilakukan di lingkungan sekolahnya saja, melainkan dimana saja dan kapan saja kita melihatnya.

Skala Bertingkat

Skala bertingkat lazim dipergunakan untuk mengukur kelayakan atau kecenderungan tertentu yang berkaitan dengan sikap, keyakinan, pandangan atau nilai-nilai yang bersifat kualitatif. Pengukuran ini cocok digunakan untuk memperoleh data kualitatif tentang objek yang bersifat heterogen. Perilaku apektif dan psikomotor siswa dalam membaca tentunya tidak sama. Masing-masing mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda dengan keragaman perilaku apektif siswa dalam membaca ini akan sangat berpengaruh terhadap keputusan intruksional guru dalam proses belajar mengajar.

Untuk mengukur perbedaan-perbedaan sikap atau pandangan yang sifatnya bertingkat-tingkat itu dapat menggunakan alat ukur dalam bentuk skala, untuk kemudian dikuantitaskan. Skala bertingkat mempergunakan sistem angka yang disusun secara bertingkat. Penyusunan atau pengaturan tingkat kualitas ini dapat disusun dengan mengikuti urutan bertingkat dari yang paling positif (besar) hingga yang paling negatif (kecil) atau sebaliknya. Skala yang umum dikenal adalah skala Likert.

Silakan amati skala bertingkat dibawah ini !

5 4 3 2 1
sangat setuju setuju agak setuju tidak setuju sangat tidak setuju

Jarak antara angka yuang satu dengan yang lainnya itu sama. Setiap titik angka menyatakan atau mencerminkan kualitas sikap atau pandangan tertentu. Pilihan siswa terhadap salah satu alternatif pertanyaan tersebut akan mencerminkan tingkat sikap yang dimilikinya.

Berikut ini, mari kita lihat contoh skala bertingkat dalam bentuk pernyataan. Tentu saja anda dapat mencari contoh-contoh yang lainnya.

Pertanyaan 5 4 3 2 1
Untuk mengisi kekosongan jam pelajaran guru yang tidak bisa hadir, para siswa diwajibkan membaca di perpustakaan

Setiap siswa diwajibkan melaporkan sebuah buku cerita rakyat yang pernah dibacanya pada setiap akhir pekan kegiatan sekolah.

Skala bertingkat ini dapat pula dibuat dalam bentuk angket dan disampaikan dalam bentuk pertanyaan, seperti contoh dibawah ini.

1. Bagaimana cara anda memanfaatkan perpustakaan
sekolah ?

(a) Menyediakan waktu secara teratur dalam setiap
harinya untuk membaca di perpustakaan
(b) Berkunjung dan membaca di perpustakaan secara
khusus hanya pada hari-hari tertentu, empat hari
dalam seminggu.
(c) Tidak pernah menyediakan waktu secara khusus
(d) Berkunjung dan membaca di perpustakaan jika ada
kesempatan atau ada tugas dari guru
(e) …………(cara lain, sebutkan)

2. Apa yang paling sering anda lakukan dalam
memanfaatkan waktu luang ?

(a) mengurus taman
(b) membaca
(c) berolah raga
(d) membantu orang tua
(e) ...................................

Sumber: http://www.geocities.com/daudp65/e-book/appendix/baca52.html

Menyedihkan! Sarana Pendidikan Belum Sentuh Huta Parjalangan

Wednesday, 07 January 2009 12:22
Menyedihkan! Setelah 64 tahun Indonesia merdeka, masih saja ditemukan sebuah perkampungan yang tidak memiliki sarana pendidikan formal. Apalagi temuan itu ada di sebuah daerah yang kaya akan sumber daya alamnya, yakni di Kabupaten Simalungun.

Itulah faktanya. Di perkampungan Huta Parjalangan di Nagori Simbolon Tengkoh Kecamatan Panombean Panei Kabupaten Simalungun, masih belum tersentuh sarana pendidikan formal. Bahkan tingkat sekolah dasar (SD) pun belum ada di sana.


Untuk "menimba" ilmu, anak anak usia dini (usia SD), sudah harus dipaksa menguras tenaga dan energi. Setiap hari, anak anak SD dari Huta Parjalangan, harus menempuh perjalanan sejauh 10 km (kilometer).

"Bayangkan saja pak. Bagaimana anak anak kami harus sekolah dengan berjalan kaki setiap harinya sejauh 10 kilometer," ucap Jalansen Purba, sedih melihat anaknya harus berusaha keras demi mendapat pendidikan formal di Tengkoh. Sebab, SD yang terdekat hanya ada di Tengkoh.

Tidak tahan melihat pembangunan yang tidak merata, dan melihat sejumlah anak anak dari Huta Parjalangan setiap pagi dan siang hari harus berjibaku dengan perjalanan terjal dan berjurang, 5 perwakilan Huta Parjalangan mendatangi gedung DPRD Simalungun, Selasa (6/1), untuk beraudensi.

Ke 5 perwakilan warga ini menyampaikan kepahitan yang mereka alami kepada Ketua DPRD Simalungun Syahmidun Saragih SSos. Mendengar keluhan rakyat yang diwakilinya, Syahmidun pun langsung memanggil Kadis Penjar (Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran) Simalungun Drs Masri dan Asisten II Sekretariat Pemkab Simalungun Jumsadi Damanik.

Kepada kedua pejabat Pemkab Simalungun itu, dengan tegas Syahmidun Saragih meminta persoalan pendidikan di Huta Parjalangan bisa segera diatasi.

Saat itu, Ketua DPRD Simalungun tersebut mendesak Pemkab Simalungun agar memasukkan anggaran pembangunan gedung pendidikan di Huta Parjalangan dalam APBD 2009.

"Saya tidak mau tahu, dalam APBD 2009 harus sudah direalisasikan," ucap Syahmidun Saragih SSos. Mendengar permintaan ketua dewan ini, kedua pejabat Pemkab itupun berjanji akan berusaha.

Sementara Hermanto Sipayung, perwakilan warga mengatakan, mereka sangat berharap Pemkab Simalungun benar-benar menampung pembangunan sarana pendidikan formal di Huta Parjalangan. "Tentunya, dengan pembangunan itu, anak anak tidak lagi kesulitan mencari ilmu pengetahuan," sebut Hermanto Sipayung.

M Gunawan Purba | GLOBAL | Simalungun

Sumber: http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=308%3Amenyedihkan-sarana-pendidikan-belum-sentuh-huta-parjalangan&Itemid=55

Diskriminasi Melanggar UU Pendidikan

Oleh arixs
Selasa, 02-January-2007, 09:28:22

Menurut Ratih, kasus tersebut pernah terjadi di sekolahnya. “Sebelumnya kami telah berintegritas dengan salah satu SMA umum swasta di Denpasar. Kerjasama itu sudah terjalin sejak tahun 1993, namun saya kaget ketika sekolah itu menolak menerima anak dari sekolah kami di tahun ajaran 2005/2006 kemarin,”ujarnya.
Seperti biasa, tiap tahun ajaran baru dua atau tiga anak SLB di beri kesempatan menempuh pendidikan berbaur dengan siswa normal di sekolah umum tersebut. Ratih pun membawa tiga anak didiknya mendaftar ke sekolah itu. Ternyata ketika akan mendaftar, pihak tata usaha menghimbau agar menghubungi kepala sekolah yang kebetulan tak ada di ruangan. Akhirnya Ratih beserta tiga siswa tunanetra kembali dengan tangan kosong.
“Berulang kali kami mencoba menghubungi pihak sekolah namun tak ada jawaban.. Jawaban terakhir yang kami terima sekolah tak mau lagi menerima anak berkebutuhan khusus. Menurut saya, mungkin mereka khawatir dengan adanya standar nilai yang tinggi dan sistem evaluasi mereka takut anak cacat tak bisa mencapai standar nilai. Jika tak lulus nama mereka akan jelek,”terkanya. Kini dua orang siswa tersebut sekolah di luar Bali, satu anak lagi masuk di SMALB.
Sebelum anak didiknya masuk di sekolah umum, banyak faktor yang perlu disiapkan siswa, diantaranya kesiapan mental, ekonomi, dan kemampuan akademik. “Jika mereka tak siap mental, meski mereka pintar mereka tak biasa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kemampuan akademik juga diperlukan agar mereka bisa menerima materi pelajaran dengan mudah. Dari segi ekonomi, di sekolah umum berbeda dengan di SLB A/N yang semua proses pembelajaran digratiskan,”katanya.
Diskriminasi masih menjadi masalah penyandang cacat. Kehadiran sekolah inklusif diharapkan bisa mengatasi kenyataan ini. “Bukankah hal ini tercantum dalam UU RI No.20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 yang bunyinya Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselengaranya pendidikan yang bermutu bagi tiap warga negara tanpa diskriminasi,” ujarnya.
Ratih menyesalkan pernyataan Ketua Yayasan IKIP PGRI Bali, IGB Artha Negara belum lama ini. Ia menyatakan penyandang cacat wajib mengikuti tes fisik dan wawasan untuk menjadi guru. “PGRI Bali tak membatasi orang menjadi guru,” ujarnya.
Namun, semua calon mahasiswa wajib ikut tes intelegensi dan fisik untuk masuk Fakultas Pendidikan Olah raga dan Kesehatan. “Jika ternyata ada mahasiswa yang berkebutuhan khusus mau masuk fakultas ini sebelumnya kami sarankan agar memilih jurusan lain karena ada dua tes yang harus dia ikuti,” ujar Artha. —lik

1. Dra. Ni Wayan Ratih Tirtamanti
2. Artha Negara
=======================================

Pelatihan Pijat
di Dria Raba

SLB A/N Yayasan Dria Raba Denpasar memiliki empat jenjang pendidikan yakni dari TKLB-SMALB. Untuk SMALB lebih ditekankan pada ketrampilan massage. “Pijat lebih gampang dikuasai oleh anak- anak tunanetra dibanding ketrampilan lain, untuk itulah dalam proses belajar- mengajar terdiri dari 62% ketrampilan dan 38% teori. Dengan massage kami harapkan setelah lulus mereka dapat mandiri baik itu dengan membuka panti pijat atau tukang pijat keliling/panggilan,” ujar kepala sekolah TKLB-SMALB SLB A/N Denpasar, Ngakan Made Dirgayusa. Hal inilah yang membuat siswa yang ingin melanjutkan ke PT memilih sekolah di sekolah umum dibanding di SMALB. “Di SMALB materi akademiknya sedikit dan lebih banyak ketrampilan. Nanti takutnya jika masuk di SMALB saya tak bisa menyesuaikan diri ketika di PT,” ujar alumnus SMPLB Dria Raba Denpasar, Indrani.
Selama ini Ngakan mengaku, tamatan dari SMALB tak pernah melanjutkan ke Perguruan Tinggi, sebagian besar lebih memilih bekerja sesuai dengan bidang keterampilan yang mereka dapatkan di SMALB yakni memijat. “Bagi mereka yang mempunyai modal biasanya membuka panti pijat, namun bagi yang tak mampu sebagian besar menjadi tukang pijat panggilan atau keliling,”ungkap Ngakan. Tak hanya massage, di SMALB siswa juga dilatih bermain musik. “Siswa kami pernah menjadi juara I lomba menyanyi tahun 2006 dan juara I lomba memainkan alat musik tahun 2006 tingkat propinsi Bali,”ujarnya.
Kini siswa SMALB hanya dihuni dua orang siswa. “satu orang untuk kelas satu, kelas dua kami tak mendapat murid, sedang kelas III sebanyak satu orang,”akunya. Ngakan menuturkan, minimnya siswa masuk ke SMALB selain karena siswa lebih memilih ke sekolah umum, juga banyak siswa yang melanjutkan sekolah ke luar Bali. –lik

Foto:
Ngakan Made Dirgayusa tkh/lik

=================================

SLB Tuna Grahita
Kekurangan Guru

Sekolah Luar Biasa (SLB) C/C1 Penyandang Cacat Tuna Grahita Yayasan Kerta Wiweka Denpasar sudah berdiri sejak tahun 1969. Sekolah ini sekarang menampung siswa penyandang cacat tuna grahita (cacat mental) sebanyak 184 siswa, yang dikelompokkkan menjadi dua yakni 119 siswa kelompok C ( IQ 50 keatas hingga 70) , dan 65 siswa kelompok C1 (IQ 25 hingga 50) dengan asal siswa dari seluruh wilayah Kabupaten/Kota di Bali.
Menurut Made Gintil Muliarta, yang dipercaya menjadi Kepala sekolah sejak dua tahun ini, jumlah prosentase laki-laki dan perempuan seimbang, dengan golongan usia anak-anak dan remaja. Dengan kapasitas guru 18 orang, yang terdiri dari guru negeri 15 orang, guru kontrak 1 orang dan guru honor 2 orang.
Saat ini kata Gintil, sekolah luar biasa ini masih kekurangan guru. Dengan pola pengajaran terapi satu-satu perbandingan jumlah guru dengan kapasitas siswa tidak sesuai. “Maksimalnya, satu guru lima siswa,” kata Gintil yang sudah mengabdikan diri di SLB ini sejak 22 tahun silam.
Minimnya keuangan, kata Gintil mengakibatkan fasilitas yang ada belum memadai dan perekrutan tenaga pengajar baru belum dapat dilakukan.

Penyandang cacat tuna grahita dikelompokkan menjadi tiga, yakni tuna grahita ringan ( IQ 50 ke atas hingga 70) , tuna grahita sedang (IQ 25 hingga 50) dan tuna grahita berat/idiot ( IQ 25 ke bawah)
Gintil menyebutkan siswa yang dididik di SLB ini adalah katagori ringan dan sedang. “Untuk kelompok C (ringan) dari kemampuan akademis, mereka dapat dididik dengan materi pelajaran bahkan bisa membaca. Tapi tidak semua anak dalam kelompok C ini mempunyai daya kemampuan akademis yang sama walau mereka dalam satu kelas. Untuk masuk di sekolah umum, rasanya mereka belum mampu. Karena metode pengajaran anak-anak ini berbeda dengan anak normal yang IQ-nya berkisar 90 hingga 110,” ungkapnya lebih jauh.
Sementara kelompok C1 (sedang), kata Gintil walaupun dididik bertahun-tahun tidak akan mempunyai daya tangkap yang baik meski sudah dilatih dengan terus menerus. Anak ini akan selalu membutuhkan bantuan orang lain seumur hidupnya.
SLB ini mengajarkan pembelajaran dengan kurikulum khusus pendidikan SLB, dengan tenaga pengajar yang telah menempuh pendidikan khusus guru sekolah luar biasa.
Disamping dilatih untuk dapat mengurus dirinya sendiri mulai dari mandi, makan, berpakaian dan prilaku sehari-hari, siswa juga diajarkan bertutur sapa. Beberapa ketrampilan juga diberikan agar mereka dapat memberdayakan diri, seperti memasak, membuat hiasan dari plastik, dan membuat kertas rumput.

Gintil sangat berharap, masyarakat hendaknya jangan memandang rendah pada para penyandang cacat terutama bagi orangtua yang mempunyai anak tuna grahita. Mereka hendaknya lebih koperatif dan lebih sabar menghadapinya. Ia menyayangkan sikap orangtua yang tak jarang memperlakukan mereka seperti raja, apapun yang diminta diberikan. “Karena takut mereka mengamuk. Hal itu justru salah yang mana akan membuat mereka manja. Perhatian keluarga sangat berperan disamping pendidikan di SLB ini,” jelasnya.
Gintil berharap, orangtua hendaknya jangan malu mengajak anak bersosialisasi dengan dunia luar agar anak menjadi lebih mudah dikendalikan. ”Anak akan dapat bertutur sapa dengan orang terdekatnya dan dapat menjaga dirinya sendiri,” kata Gintil sembari menambahkan adanya pelecehan yang menimpa penderita tuna grahita mestinya tidak terjadi jika mereka dapat dididik dan diawasi dengan baik. —ast

Sumber: http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=2025