Arsip Blog

Minggu, 31 Mei 2009

Masa Bimbingan Siswa

Assalamualaikum
Lama nih ngga ngeblog lagi, jadi pengen ngungkapin perasaan aja sehabis ngerapihin data di client dan nemuin sekumpulan foto masa bimbingan siswa salah satu SMA negeri di kota cilegon….Lucu, seru dan bikin ngakak ngga ketulungan.

Tapi…kayanya koq miris juga ya, kasian…..sedih….koq masih ada aja orang pinter yang membodohkan orang yang bisa jadi lebih pinter. kenapa disebut membodohkan, ya iyalah masa orang sudah rapih tetep harus pake karung goni di kepala, bawa-bawa kalung dari terong dll, mungkin ini salah satu penyebabnya bangsa Indonesia ngga pernah bisa maju, salah satu sebabnya adalah ternyata INSTITUSI PENDIDIKAN BERNAMA SEKOLAH MASIH MENYEDIAKAN TEMPAT BAGI PERADABAN YANG TIDAK LAYAK……masihkah disebut layak kalo ada siswa baru lulusan SMP yang akan masuk ke jenjang SMA, pertama kali masuk ke SMA-nya harus didandani layaknya orang kurang waras, dan anehnya KEPALA SEKOLAH sebagai KEPALA INSTITUSI masih mengizinkan hal seperti ini.

Satu hal yang menyebabkan saya berniat keras untuk membangun sekolah sendiri adalah berkaitan dengan ini, saya kepengen ketika pertama kali siswa (mungkin SMP) masuk ke sekolah baru, mereka merasa nyaman, bangga, senang, dan akan saya wajibkan bagi siswa baru tersebut untuk menggunakan pakaian resmi atau Jas atau Blazer plus dasinya. saya yakin mereka akan dengan penuh kebanggaan menggunakannya, kalo ngga sanggup beli bagaimana? ya pinjam saja….

Mungkin bagi yang beranggapan bahwa penggunaan atribut yang aneh-aneh itu kan termasuk uji nyali dan ketahanan mental, ini sih menurut sy anggapan yang lucu, bagaimana bisa kalo untuk mendapatkan mental yang baik harus dengan dandan yang aneh……lucu!!!!itu bukan menguji ketahanan mental tapi menjatuhkan harga diri, padahal kalo dilihat dari segi manapun juga ngga beres, dilihat dari segi moral (ilmu sekolah namanya PKN) ngga ada kayanya yang dengan pasti menjawab kalo perploncoan/pakaian aneh adalah termasuk undang-undang. dari segi agama, apalagi, agama Islam khususnya menolak ketika seseorang direndahkan.

Nah loh, bagaimana kalo siswa baru tersebut ngga merasa direndahkan, satu jawabannya : berarti siswa tersebut berhasil dibodohkan!!!!!

kira-kira apa sih yang akan terjadi kalo ini dibiarkan terus, ya kemungkinan besar ngga ngefek, paling2 kembali bangsa Indonesia akan nggak punya rasa malu, karena rasa malu telah dihilangkan dari anak bangsa sejak dini…….mulai dari mereka masuk sekolah tentunya.

KAMPUS????APALAGI INI!!!!Beberapa kampus masih mengadakan hal aneh, mengaku mahasiswa tetapi masih melakukan hal konyol. dan kekonyolan ini terus berlanjut sampai lulus…KONYOL JIKA MENGAKU LULUSAN UNIVERSITAS TETAPI MASIH MENGANGGUR…..kan ngga ada lowongan kerjaan? YA BUKA USAHA LAH!!!!JUALAN PISANG GORENG KEK!!!!!!Mereka lupa kalo mereka sudah melewati masa MAHA-nya itu!!!!saya bahkan belum meluluskan diri saat ini, tetapi agak malu melihat mahasiswa yang lulus masih belum ada aktifitas, kerja bukan berarti harus dikantor atau pabrik kan? buka counter pulsa or jual siomay juga ngga masalah……YANG PENTING TIDAK MEREPOTKAN ORANG TUA…..

Sumber: http://langitbumi.wordpress.com/2009/05/06/masa-bimbingan-siswa/

PENGETAHUAN JURNALISTIK MERUPAKAN MODAL BAGI SISWA

Pelatihan Jurnalistik diharapkan akan melahirkan penulis-penulis handal di masa yang akan datang, untuk itu pelatihan semacam ini harus terus dilaksanakan karena berhubungan dengan kemampuan dasar seorang Jurnalis dalam dunia Jurnalistik. Seorang Wartawan bukan hanya dibekali dengan pena, buku, rompi, tustel dan tape recorder tapi yang paling utama adalah skill menulis, karena seorang Wartawan atau Jurnalis harus dapat membuat tulisan yang layak. Hal ini disampaikan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Staf Ahli Gubernur Bidang Pembangunan Ir. Piet Mustamu saat membuka Acara Pelatihan Jurnalistik bagi Siswa SMA/SMK bertempat di Aula Dinas Infokom Provinsi Maluku, Senin (7/7).
Menurutnya pelatihan Jurnalistik memang sangat baik karena sedikit banyak akan mengarahkan kemampuan kerja Jurnalis bagi pekerja pers, sehingga pelatihan untuk Siswa SMA/SMK sangat bagus sebab dengan pengenalan dasar pada tingkat anak-anak akan memungkinkan untuk ke depannya lahir wartawan-wartawan yang handal, karena dengan pemahaman terhadap pengetahuan Jurnalistik bisa menjadi modal penting bagi mereka yang berminat untuk ikut serta berkiprah dalam kehidupan pers. Apalagi di era Globalisasi peran Jurnalis cukup signifikan, sehingga dengan memahami pengetahuan Jurnalistik nantinya para Siswa dapat mengembangkan minat dan bakatnya di dunia Jurnalistik agar dapat mampu membaca dan menulis karya Jurnalistik, apalagi bila dilandasi dengan pemahaman yang baik terhadap dunia Jurnalistik.



Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini sangat cepat, semua peristiwa di dunia manapun bisa tersebar secara luas dalam hitungan menit, ini semua karena peran media massa, baik cetak maupun elektronik, untuk itu dengan pelatihan ini diharapkan para Siswa dapat menjadi Jurnalis yang professional baik di media cetak maupun elektronik serta dapat menjadi Jurnalis generasi baru dalam mewujudkan kualitas pendidikan dan meningkatkan wawasan Siswa yang mampu untuk mengubah dunia.




Gubernur juga menghimbau para Siswa untuk dapat memanfaatkan waktu dengan mengembangkan kreatifitas yang bermanfaat bagi masyarakat. Gunakan masa muda dengan baik dan isi dengan kegiatan yang bermanfaat termasuk di antaranya menulis dan membaca, melalui pelatihan ini kiranya dapat menumbuhkan minat baca untuk memunculkan talenta jurnalis dari Siswa yang nantinya bisa menggali potensi-potensi yang ada di Kota Ambon dan khususnya Provinsi Maluku untuk dikenal di luar baik melalui internet maupun media cetak dan elektronik. Sejalan dengan itu kita semua mempunyai tanggung jawab bersama untuk membangun dan mencerdaskan masyarakat Maluku melalui pelatihan ini dan semoga semakin meningkat minat baca dari para Siswa dalam rangka menambah dan meningkatkan wawasan di bidang jurnalistik di daerah ini.

http://www.malukuprov.go.id/?pilih=lihat&id=752

Pelatihan untuk Siswa Putus Sekolah

(Palembang, 18 Februari 2009) Sebanyak 34 siswa putus sekolah di Kota Palembang berhasil mengikuti Program Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH). Kegiatan pelatihan PKH merupakan kerjasama Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Palembang dengan SMK Negeri 6 Palembang. Kegiatan berlangsung selama dua bulan,yakni 17 Desember 2008-18 Februari 2009.

Kepala Bidang Pendidikan Non Formal (PNF) Herman Burhan melalui Kasi Tenaga Teknis PNF Disdikpora Kota Palembang Mgs A Fathoni Husin Umrie mengatakan, PKH merupakan program pemerintah pusat melalui dana APBN untuk membantu memberikan keterampilan bagi masyarakat yang belum bekerja atau pengangguran.

“Peserta PKH Termasuk siswa lulusan SMA namun belum bekerja atau ibu rumah tangga yang tidak memiliki keahlian,” jelasnya usai acara penutupan pelatihan PKH di aula SMK Negeri 6 Palembang, Senin (17/7).

Masyarakat yang boleh mengikuti pelatihan PKH dibatasi dari usia 18 hingga 30 tahun dan merupakan usulan dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Ketua RT atau pihak Kelurahan. Program PKH ini menurut Fathoni dilaksanakan di tujuh lokasi yakni tiga PKBM, tiga tempat kursus dan SMK Negeri 6 Palembang.

Menyangkut pendanaan, setiap lembaga diberikan antara Rp10 juta-60 juta yang disesuikan dengan program dan proposal yang telah diajukan.

“Diharapkan, melalui PKH ini masyarakat dapat membangun ekonomi keluarga dan membuka lapangan kerja sehingga secara otomatis dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM),”ujar Fathoni.

Kepala SMK Negeri 6 Hernawati mengatakan, pihaknya telah memberikan pelatihan tentang berbagai ilmu tata boga selama lebih tiga bulan kepada 34 remaja putri. Untuk pelatihan tersebut, pemerintah memberikan bantuan dana sebesar Rp 60 juta yang digunakan untuk biaya transport peserta, bahan praktek dan sarana prasarana lainnya.

Melalui kegiatan PKH, peserta diberikan pendidikan teori dan praktek kewirausahaan, hygiene sanitasi, continental, oriental, pembuatan kue dan makanan ala barat, dan masakan tradisional.Selain itu,para peserta diberikan keterampilan kursus menjahit,dan otomotif. (sindo)
Dipublikasi oleh : Darmawansyah Kusnady

Sumber : http://www.palembang.go.id/2007/?mod=1&id=372

Sekolah Rusak Rampas Hak Siswa Raih Layanan Pendidikan

Jakarta (ANTARA News) - Pemberitaan media cetak dan elektronik terkait banyaknya sekolah rusak baik di perkotaan maupun di daerah terpencil di Tanah Air seakan telah menjadi isu dunia pendidikan yang tidak pernah ada habisnya.

Berita tentang murid-murid sekolah yang terpaksa belajar di rumah penduduk karena ruang kelas rusak silih berganti dikabarkan dari berbagai daerah sehingga mengundang keprihatinan masyarakat luas.

Sekolah-sekolah dengan kondisi rusak berat hingga ringan dengan dinding ruang kelas yang retak, kayu penyangga yang keropos di makan rayap, hingga atap jebol telah mengakibatkan kegiatan belajar mengajar di sejumlah SD negeri menjadi kacau.

Di Kabupaten Banyumas, ruang kelas IV di SD Negeri I Candi Negara, Kecamatan Pekuncen ambruk sehingga siswanya harus belajar di rumah penduduk.

Gedung sekolah SDN I Candi Negara dibangun sekitar tahun 1973 dan belum pernah direhabilitasi. Pernah sekali mendapat bantuan perbaikan atap pada tahun 1980, namun pada februari 2008 salah satu ruang kelas ambruk pada Februari lalu akibat hujan lebat yang terus mengguyur wilayah itu.

Demi kelancaran kegiatan belajar mengajar, seluruh siswa kelas IV yang berjumlah 17 anak terpaksa mengungsi ke rumah warga meski harus berdesak-desakan.

Murid-murid di sebuah SD negeri di Kabupaten Banyumas mengeluhkan suasana belajar yang tidak nyaman setelah ruang kelas yang selama ini mereka gunakan rusak parah sehingga terpaksa harus mengungsi di rumah penduduk.

Bangunan sekolah-sekolah rusak tersebut sebagian besar merupakan warisan dari proyek SD Inpres yang dibangun pada era tahun 1970-an pada zaman pemerintah Orde Baru. Bangunan SD yang ada sekarang ini kondisinya banyak yang sudah tidak layak pakai lagi.

Proyek tersebut diperkenalkan melalui Instruksi Presiden nomor 10 tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar. Pada tahun 1973/1974 tersebut untuk pertama kali dibangun 6000 SD baru dan tahun-tahun berikutnya terus dibangun ribuan sekolah dasar Inpres lainnya yang diiringi dengan penambahan ruang kelas-ruang kelas baru. Namun demikian pembangunan SD Inpres tersebut mulai menurun sejak tahun 1984/1985.

Sekolah rusak yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air lebih banyak didominasi pada bangunan tingkat sekolah dasar yang merupakan peninggalan dari proyek SD Inpres. Kini setelah puluhan tahun dengan perawatan tambal sulam, kondisi sekolah rusak di sejumlah daerah bertambah parah sampai-sampai memaksa murid-muridnya untuk mengungsi ke rumah penduduk atau di bawah tenda darurat.

Tuntutan ke Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk segera memperbaiki sekolah-sekolah yang rusak tidaklah tepat, sebab seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka kebijakan yang menyangkut bidang pendidikan pun menjadi kewenangan pemerintah provinsi, kabupaten/kota di masing-masing daerah.

Dana untuk rehabilitasi kerusakan bangunan sekolah sebenarnya sudah diluncurkan sejak tiga tahun terakhir. Namun karena banyaknya jumlah sekolah yang rusak, maka dana yang ada hanya mampu menjangkau sebagian sekolah saja sementara masih ada sebagian lainnya yang memerlukan bantuan.

Berdasarkan data tahun 2003, terdapat 563.304 ruang kelas SD/MI yang rusak berat atau 64,17 persen dari 877.772 ruang kelas SD/MI. Pada tahun 2003, dialokasikan Rp625 miliar untuk merehabilitasi 20.724 ruang kelas SD/MI di 287 kabupaten/kota. Pada tahun 2004, menjadi Rp652,6 miliar untuk merehabilitasi 21.645 ruang kelas di 302 kabupaten/kota.

Sementara hingga pertengahan 2006, masih terdapat sekitar 56 persen dari total 149.454 SD rusak dengan kondisi rusak berat, menegah dan ringan.

"Pemerintah pusat masih terlibat dalam penyaluran dana rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas baru melalui namun implementasi termasuk pemeliharaan bangunan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," kata Direktur Pembinaan TK dan SD Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas, Mudjito AK.

Pembiayaan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) disalurkan ke daerah-daerah untuk rehabilitasi ruang kelas tersebut diharapkan dapat merangsang partisipasi pemerintah daerah memperhatikan kondisi pendidikan di daerahnya masing-masing khususnya terkait dengan infrastruktur sekolah.

Ia mengharapkan agar kerusakan gedung-gedung sekolah di daerah seharusnya jangan dibiarkan berkembang menjadi isu nasional, apalagi jika pemerintah daerah bersikap apatis dengan membiarkan peserta didik menerima keterbatasan pelayanan pendidikan.


Sinergi

Sejumlah pemerintah daerah telah bersinergi dengan pemerintah pusat dalam masalah perbaikan dan pembenahan bangunan rusak dengan mengalokasikan sebagian anggarannya.

Di Malang Jatim, misalnya, untuk merenovasi sejumlah bangunan SD, pemerintah pusat hanya memberikan dana Rp90 juta sementara kebutuhannya mencapai Rp200 juta.

Kekurangan dana tersebut kemudian ditangani pemerintah daerah bersama dengan partisipasi masyarakat. Selain di kota Malang, beberapa daerah lainnya seperti Yogyakarta, Palembang, Kabupaten Bangli dan Kabuapten Jembrana Bali telah menunjukkan kerjasama dalam pembangunan pendidikan di daerahnya tersebut.

Program Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan dari pemerintah pusat dimaksudkan untuk memberikan peluang pembelajaran kepada daerah dalam mewujudkan prinsip-prinsip, transparansi, akuntabiliti dan partisipasi seiring dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

Sedangkan bagi sekolah, program DAK diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu wadah untuk mewujudkan prinsip-prinsip dasar pengelolaan sekolah dengan Manajeman Berbasis Sekolah dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat sehingga mereka merasa "memiliki" sekolahnya dan siap mendukung program sekolah.

Di Kabupaten Bangli misalnya program rehabilitasi sekolah rusak melalui Dana Alokasi Khusus bagi 67 sekolah dasar di wilayah tersebut optimis dapat dituntaskan pada pertengahan tahun 2008.

"Dana alokasi khusus yang disalurkan untuk kabupaten Bangli senilai Rp13,5 miliar dan kami optimis pertengahan tahun 2008 rehabilitasi sekolah rusak untuk 67 SD dapat diselesaikan," kata Bupati Kabupaten Bangli, I Nengah Arnawa.

Namun secara paralel pemkab juga melaksanakan rehabilitasi sekolah yang dibiayainya dari dana dekonsentrasi dan dana bantuan lainnya, katanya menambahkan.

DAK tersebut nantinya akan didukung dana dekonsentrasi sebab perbaikan sekolah rusak tidak hanya fisiknya saja tetapi juga digunakan untuk prasarana lain seperti pembelian buku, bangku dan meja belajar dan sebagainya.

Karena itu, ujar Bupati Bangli untuk memenuhi kebutuhan perbaikan fisik dan lain-lain pihaknya juga melibatkan orang tua murid melalui komite sekolah serta masyarakat di sekitar sekolah untuk berpartisipasi dalam melaksanakan perbaikan.

"Pola swakelola dengan melibatkan orang tua dan masyarakat dalam perbaikan sekolah rusak justru memberikan dampak positif seperti penambahan ruang kelas yang bisa diperbaiki. Bila semula dari dana yang ada hanya mampu memperbaiki tiga ruang kelas, maka dengan partisipasi bisa menjadi empat kelas bahkan masih ditambah WC dan sanitasi lingkungan lainnya," katanya.

Dikatakannya, kultur gotong royong masyarakat Bali dan Kabupaten Bangli khususnya sangat mendukung usaha pemerintah dalam mencari solusi perbaikan sekolah rusak yang masih menjadi kendala upaya percepatan penuntasan wajib belajar 9 tahun.

"Klian banjar atau lurah dan masyarakat di desa atau wilayah dimana lokasi sekolah berada biasanya peduli terhadap kondisi bangunan sekolah yang rusak. Sebab mereka juga berpikir anak-anak mereka pun bersekolah di sana kalau sampai bangunan membahayakan mereka juga yang dirugikan," katanya. (*)

COPYRIGHT © 2008 ANTARA

Sumber: http://www.antara.co.id/print/?i=1207565343

Tidak Ada Alasan Menahan Rapor yang Menjadi Hak Siswa

CIREBON, (PRLM).-Anggota DPRD Kota Cirebon meminta kepada Dinas Pendidikan setempat menindak tegas sekolah nakal yang melakukan pungutan tidak perlu. Permintaan tersebut dilontarkan menyusul keluhan sejumlah orang tua siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Cigendeng yang mengeluhkan pungutan wajib Rp 25.000 per siswa yang dilakukan pihak sekolah dengan dalih untuk perpisahan dan kenaikan kelas.

Menurut anggota DPRD Sri Maryati, menjelang awal dan akhir tahun pelajaran seperti saat ini memang rentan terhadap pungutan-pungutan yang dilakukan sekolah. Karenanya, dia meminta kepada Dinas Pendidikan setempat selalu memantau sekolah-sekolah yang melakukan pungutan diluar ketentuan.

"Dinas pendidikan harus tanggap dengan masalah ini, yang saya tahu pungutan itu tidak melibatkan orang tua siswa dan hanya melalui ketua komite sekolah. Kalau banyak orang tua yang tidak setuju seharusnya pungutan itu jangan dilaksanakan apalagi SDN Cigendeng mayoritas muridnya dari ekonomi menengah kebawah," kata Sri Maryati.

Sri menegaskan, pihak sekolah sudah membuat kesalahan besar kalau benar sampai mengancam tidak akan memberikan rapor jika tidak membayar iuran. "Rapor itu hak murid, mereka harus tahu hasil studinya selama bersekolah. Jangan sampai karena tidak membayar iuran rapor ditahan. Itu tidak ada hubungannya," ujar Sri.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Cirebon, Drs. Dedi Windiagiri, M.Pd. saat dikonfirmasi menegaskan pihaknya sudah menindaklanjuti kasus tersebut dengan menegur pihak sekolah.

Dedi menegaskan jika memang pihak sekolah mengancam tidak akan membagikan rapor pihaknya bakal memberikan sanksi kepada kepala sekolah yang bersangkutan.

Dedi menjamin, semua murid bakal menerima rapor. "Rapor itu hak murid, tidak ada hubungan antara biaya perpisahan dan pembagian rapor. Jika memang ada murid yang diancam tidak akan mendapatkan rapor tentu saya akan memberikan sanksi," katanya.

Hasil penelusuran sementara yang dilakukan Dinas Pendidikan terhadap kasus tersebut, lanjut Dedi, kebijakan pungutan tersebut keluar pada saat SDN Cigendeng dipimpin Kepala Sekolah (Kepsek) lama, dalam waktu dekat ini akan dimutasi.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah orang tua siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Cigendeng Kota Cirebon mengeluhkan adanya pungutan wajib Rp 25.000,00 per siswa, dengan dalih untuk pesta perpisahan dan kenaikan kelas. Bagi siswa yang tidak membayar sampai tanggal yang ditentukan, pihak sekolah mengancam tidak akan membagikan rapor. (A-92/A-122)***

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=news.detail&id=18838

Pendidikan yang Menghargai Hak Siswa

POTRET pendidikan kita masih buram. Praktik pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah kita selama ini belum berpihak apalagi menghargai hak-hak siswa. Siswa masih saja dijadikan kelinci percobaan dalam praktik pendidikan dan pembelajaran di negeri ini.

Para siswa kita menjadi korban sistem pendidikan nasional yang (maaf) justru tidak mendidik. Pendidikan yang mementingkan hasil akhir, mengeneralisasi kemampuan anak, kurikulum yang padat, menonjolkan kecerdasan pikir (otak), menepikan kecerdasan rasa, kecerdasan budi, bahkan kecerdasan batin memaksa siswa untuk mati-matian belajar mengejar nilai-nilai angka kuantitatif itu. Pulang sekolah dijejali aneka latihan soal-soal, PR-PR, dan sejenisnya yang kemungkinan akan keluar dalam ujian nasional (UN).

Praktik pendidikan dan pembelajaran di sekolah-sekolah sebatas memburu nilai (angka). Begitu perolehan angka-angka dalam SKHU-nya tinggi, puaslah sang guru, para pejabat, dan birokrat-birokrat pendidikan di atasnya. Dan itulah katanya ukuran keberhasilan pendidikan. Perkara kemudian tamatannya menjadi jago korupsi, penipu, penyuap, pecundang, penebar teror, tidak punya etos kerja, tidak bertanggung jawab, malas, tidak kreatif, melawan hukum, dan tindakan-tindakan vandalistik lainnya, itu bukan ukuran keberhasilan pendidikan.

Padahal pendidikan seharusnya dilakukan dan diabdikan demi hidup dan perkembangan anak-anak (para siswa). Anak-anak haruslah diberi kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri (unik), menghargai keunikan dan percaya kepada sesamanya, sekaligus mengembangkan solidaritas dan empati dalam menggunakan kepercayaan itu (Sindhunata, 2000).

Pendidikan hendakanya memberikan kesempatan untuk menghormati dan menjadikan anak sebagai manusia utuh. Meminjam kata-kata Romano Guardini, "Anak-anak itu ada bukan hanya agar mereka akan menjadi dewasa, tapi juga, atau malahan pertama-tama, agar mereka menjadi mereka, maksudnya agar mereka menjadi anak, dan sebagai anak mereka adalah manusia."



Anak sebagai Subjek

Bicara masalah pendidikan kita akan bicara masalah kemanusiaan anak. Kita perlu lebih memahami anak sebagai subjek, sebagai manusia yang utuh. Anak-anak (baca: para siswa) itu bukanlah -meminjam istilah Kak Seto- orang dewasa mini, mereka hidup dalam dunia bermain, sedang berkembang, senang meniru, dan berciri kreatif. Dalam konteks inilah penghargaan terhadap hak-hak siswa menemukan aktualitasnya.

Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, dikemukakan enam hak peserta didik, yakni (1) mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; (2) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; (3) mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pedndidikannya; (4) mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan; (5) pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pedndidikan lain yang setara; serta (6) menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

Dari pengalaman selama ini, ada dua hak peserta didik yang kurang bahkan tidak mendapat perhatian, yaitu hak pada butir (2) dan (6). Praktik pembelajaran (evaluasi) yang seragam yang diejawantahkan dalam bentuk UUB dan UN; pelayanan pendidikan yang tidak sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan anak; semua siswa disamaratakan, diajar dengan cara yang sama; dan dituntut untuk mencapai kemampuan yang sama dalam semua mata pelajaran membuktikan hal itu.

Padahal praktik pembelajaran yang serba seragam yang tidak mengakomodir keunikan anak dan dinilai secara seragam melalui UN sungguh merugikan anak. Ini disebabkan karena UN sendiri banyak kelemahannya. Diantaranya adalah (1) pengujian dilakukan secara temporal dan dalam waktu yang sangat singkat, (2) hanya mampu m

Sumber: http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=121766

Pelayanan-pelayanan untuk Para Siswa

Di TIES kami berusaha untuk menjadikan pengalaman anda di Australia adalah yang terbaik. Pegawai-pegawai TIES akan selalu senang menolong anda para siswa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan para siswa. Pelayanan-pelayan untuk para siswa yang kami sediakan adalah tempat dimana anda pergi untuk mendapat informasi, bantuan, dan saran tentang:

Penempatan akomodasi
Penjemputan di airport dan pengantaran
Konseling Akademi dan kesejahtraan
Kartu diskon Siswa
Aktivitas-aktivitas, tamasya, dan program social TIES
Program-program jalan menuju masa depan
Anggota Perpustakaan
Buka rekening Bank
Informasi dan visa
Saran untuk perjalanan keliling Australia
Membantu menemukan pekerjaan jika sesuai.
Pada dasarnya Pelayanan Siswa yang disediakan TIES diadakan untuk mengurus anda, para siswa. Jika anda punya masalah dengan poin-point di atas atau masalah lain, jangan ragu untuk bertanya kepada salah satu staf pendukung di Pelayanan Siswa.

Akomodasi

Ada beberapa pilihan akomodasi yang disediakan saat anda datang untuk tinggal dan belajar di TIES. Anda bisa memilih dari beberapa pilihan berikut ini:

Homestay accommodation (rumah)
Akomodasi kampus TIES
Sharehouse accommodation (berbagi rumah)
Backpacker atau hotel
Setiap pilihan akomodasi akan mempromosikan dengan cara yang berbeda-beda, dan oleh karena itu pilihan datang dari kemauan pribadi.

Homestay

Ini berarti bahwa siswa tinggal bersama dengan Australia. Siswa akan hidup sebagai salah satu anggota keluarga. Ini salah satu pilihan yang bagus sebagaimana memberikan kesempatan siswa untuk hidup bersama dengan keluarga Australia dan juga kesempatan untuk mempraktekkan bahasa Inggris sekaligus belajar budaya dan cara hidup. Tuan rumah akan menyediakan sebuah kamar pribadi, sarapan, dan makan malam selama seminggu (Selasa-Jumat) dan sarapan, makan siang, dan makan malam pada akhir pekan (Sunday-Monday). Kami sudah menseleksi keluarga-keluarga yang ramah dan pantas untuk para siswa.

Homestay Accommodation Fees



Airport Pickup
$60


Accommodation Placement Fee
$190
$35/extra night

Single Homestay
$220/wk
$30/extra night

Double Homestay
$200/wk
$25/extra night


Akomodasi Kampus

Para siswa yang memilih tinggal di kampus TIES akan berbagi ruangan dengan 1 orang siswa satu jenis kelamin. Ruangan-ruangan yang disediakan nyaman dan besar dengan semua kenyamanan disediakan. Anda akan menyediakan makanan anda sendiri di dapur bersama dan nonton TV serta berinteraksidi ruang santai atau ditempat hiburan. Seperti di Homestay para siswa diharapkan bertindak sesuai dengan aturan TIES.

TIES Student Campus Accommodation
Fees


Airport Pickup
$60


Accommodation Placement Fee
Free


Single Student Campus
$170/wk
$20/extra night

Double Student Campus
$120/wk
$20/extra night


Sharehouse (berbagi rumah)

Pilihan yang lainnya adalah tinggal di Sharehouse yang dekat dengan TIES. Kami akan membantu anda untuk menemukan rumah yang pantas sebagai bagian pelayanan kami kepada anda. Dan anda juga dapat selalu mengecek papan pengumuman atau surat kabar local “The Townsville Bulletin”. Harga berkisar $120 - $200 tergantung kamarnya.

Backpacker dan Hotel

Terakhir siswa bisa memilih untuk tinggal di backpacker atau di hotel. Kami akan membantu anda untuk menemukan akomodasi jenis ini, dan banyak sekali link yang dapat di eksplor untuk informasi lebih lengkap. Backpacker lebih murah, tapi hati-hati karena mungkin itu bukan lingkungan yang baik untuk tinggal dalam jangka waktu yang lama selama belajar.

Sumber: http://www.tiesnq.com.au/Indonesian/Student_services.htm