Arsip Blog

Minggu, 31 Mei 2009

Home Community Artikel Untukmu Guruku Konstruksi Pembelajaran IPA yang Menarik

PEMBELAJARAN IPA selama ini telah menjadi momok dari siswa SD hingga sekolah lanjutan. Hal ini sangat wajar, karena banyak konsep atau topik yang abstrak sehingga sulit diajarkan dan dipelajari oleh siswa. Apalagi sarana penunjang seperti alat peraga sulit didapatkan akan memperumit persoalan tersebut. Dengan kenyataan yang ada, jangan heran bila banyak guru merasa kesulitan dalam menentukan metode yang tepat dalam mengajarkan konsep-konsep abstrak ini.

Prosedur belajar biasanya akan berlangsung mulai dari tingkatan konkrit menuju ke tingkatan abstrak. Ada 4 tingkatan dalam prosedur belajar yaitu pertama, belajar langsung melalui masyarakat, karya wisata, nara sumber pengabdian sosial. Prosedur tingkat pertama ini, paling banyak dilakukan di awal pemahaman, karena siswa menggunakan seluruh kemampuan indrawi untuk menggali segala informasi dari lingkungannya.
Kedua, belajar langsung melalui kegiatan ekspresi, seperti menari, menggambar atau bermain drama. Ketiga, belajar tak langsung. Tahapan ini siswa belajar dari konsep-konsep yang tersaji dalam peta, model, grafik ataupun melihat tayangan film. Dan keempat, belajar tak langsung melalui proses mendengar kata-kata, membaca buku atau diskusi informasi (metode ceramah). Tingkatan ini biasanya paling mudah dilakukan oleh guru, namun justru paling sulit bagi siswa untuk memahami suatu konsep yang abstrak.
Bermain peran merupakan salah satu variasi dalam mengajar dan mempunyai tujuan pokok mengorganisir gerak, mimik, perilaku, emosi siswa sehingga mudah menangkap, memahami dan mencerna materi ajar tertentu. Ekpresi atau aktualisasi konsep dalam gerak dan lagu mempunyai banyak manfaat antara lain, sebagai hiburan sekaligus belajar (learning is fun). Konsep ini berprinsip bahwa semua dapat dipelajari dan dipahami oleh semua siswa bila kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam suasana menyenangkan.
Kegiatan ekpresi siswa lewat bermain peran akan lebih menarik, terutama para pelaku peran lebih terkesan di pribadi masing-masing. Siswa terlatih dan terasah ranah afektifnya. Hal ini perlu dikembangkan karena tren atau kecenderungan siswa jurusan IPA lebih individualistik dan menonjolkan ego kepandaiannya dibanding jurusan yang lain. Bermain peran akan mengasah skill/ketrampilan siswa pada ranah afektif sekaligus psikomotoriknya
Model ini juga akan melatih penguasaan bahasa yang baik dan benar. Sepandai apapun seseorang akan diketahui melalui media bahasa baik tulisan maupun lisan. Penguatan kompetensi dalam berbahasa menjadikan siswa belajar IPA lebih dewasa dan matang di lingkungannya. Pelaku pembelajar akan memiliki konsep yang tidak mudah hilang.
Bermain peran juga merupakan atribut alat peraga. Aktivitas yang menarik biasanya diawali dengan kostum yang menyolok dan nyleneh. Hal ini sangat mungkin dijadikan sebagai alat peraga bagi guru untuk menjelaskan suatu konsep. Sebagai contoh macam warna dapat menunjuk konsep keberagaman dan persamaan.

Implementasi
Teori belajar menjelaskan setiap anak mampu menguasai ilmu, walaupun memerlukan waktu dan perlakuan yang tidak sama. Pemberian perlakuan sesuai kemampuan siswa akan meningkatkan pemahaman suatu konsep. Hal ini diperoleh mulai dari persepsi menuju tingkat pengertian dan pemahaman.
Model bermain peran (role play) merupakan pendekatan holistik dalam pembelajaran. Pada tingkatan dasar (perceptual learning) anak belajar melalui penginderaan dan pengamatan simbol-simbol. Sebagai contoh topik sintesa protein klas XII IPA SMA, kostum dan atribut telah menggambarkan konsep macam-macam materi genetik yang berperan. Seperti macam warna hijau, biru dan kuning sebagai pembeda materi genetik ribonukleat acid (RNA) duta, RNA transfer dan RNA ribosom.
Lambang-lambang yang dibawa siswa dapat menggambarkan proses yang sedang terjadi dalam tahapan transkripsi maupun translasi. Transkripsi merupakan proses penyalinan/pengkopian struktur DNA (deoksi ribo nucleic acid) yang dilambangkan dengan terlepasnya rangkaian siswa dalam pasangan kelompok barisan dan dilanjutkan dengan pembentukan pasangan baru. Sementara translasi atau penerjemahan dapat dilakukan oleh siswa melalui pertukaran siswa lambang tertentu dengan lambang asam amino yang dimaksud.
Pada tingkatan konsepsional (conceptual learning) siswa akan menyimpulkan konsep sendiri yang sebelumnya abstraktif menjadi konkrit, melalui serangkaian kegiatan dari yang dilihat, didengar dan diperankan dari awal hingga akhir.
Bermain peran dalam konsep IPA akan semakin baik bila diterapkan dalam pembahasan hal yang susah dilihat dengan mata telanjang. Namun demikian model ini banyak kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru. Model ini memerlukan persiapan matang seperti Lembar Kerja Siswa (LKS), skenario drama, instrumen evaluasi yang tepat, persiapan mengajar yang mantap serta memperhitungkan waktu yang ada.
Tanpa persiapan matang jangan mengharapkan hasil yang terbaik, bahkan akan membuang energi dan waktu secara sia-sia. Penggunaan metode ini hanyalah salah satu model menuju keberhasilan siswa. Perlu disadari kemauan guru dalam bertindak sebagai motivator, fasilitator sekaligus inovator akan lebih bermakna bila siswa mampu meraih keberhasilan. Akhirnya, mampukah kita sebagai guru memaknai model ini dan tidak lagi mengaku sebagai sumber ilmu tunggal yang kaku dan beku ? (*)


Sumber: http://www.radarsemarang.com/community/artikel-untukmu-guruku/2137-konstruksi-pembelajaran-ipa-yang-menarik.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar