Arsip Blog

Sabtu, 30 Mei 2009

GURU MENDATANG MINIMAL SARJANA ATAU BERSERTIFIKAT

Keinginan sejumlah pihak untuk mendapatkan tenaga pengajar profesional mungkin akan segera terwujud. Di masa mendatang, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, semua guru minimal harus bergelar S1 atau D IV dan bersertifikat mengajar.

Namun, syarat tersebut menurut Fathul Hadie Utsman, Abd Halim Suebahar, dan Kholiq Syafaat akan menyulitkan guru yang bersangkutan. Menurut mereka semua guru sekarang menjadi tidak memenuhi kualifikasi dan pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Untuk itu, Fathul Hadie dan kawan-kawan mengajukan permohonan judicial review UU No 14/2005, khususnya muatan Pasal-pasal 9, 10, 20B, 46 Ayat (2A), 47 Ayat (1C), 60C, 80 Ayat (1A) dan Pasal 82 Ayat (2). Ketentuan ini sebagian besar menyangkut kualifikasi guru.

Pemohon berpendapat pemerintah merupakan pihak yang berkewajiban menyelenggarakan peningkatan kualifikasi akademik guru dan dosen, bukan mengharapkan guru dan dosen sendiri yang melakukannya karena mereka memiliki keterbatasan finansial.

Selain itu, guru di daerah-daerah terpencil, menurut pemohon masih banyak yang terpanggil berdasarkan empati sehingga syarat sertifikasi pada profesi guru akan dirasakan sangat memberatkan.

Menanggapi permohonan tersebut, Pemerintah dan DPR menyatakan bahwa mereka memberi waktu 10 tahun kepada guru yang belum memenuhi kualifikasi tersebut untuk segera memenuhi kualifikasi. “Harus uji sertifikasi, untuk membuktikan mana yang memenuhi syarat dan mana yang tidak,” ujar Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Fasli Jalal.

Menurut ahli yang dihadirkan pemerintah, Prof. Udin Saripudin Winataputra, secara akademis sulit untuk mengatakan bahwa tuntutan kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi guru beserta impilkasinya pengaturannya yang terdapat dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 bertentangan dengan konsep dan nilai instrinsik atau ‘suasana kebatinan’ UUD 1945.

“Secara akademis, keseluruhan substansi UU Nomor 14 Tahun 2005 menempatkan guru dan dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan secara utuh, terhormat dan bermartabat,” ujar Udin yang merupakan Guru Besar dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka di persidangan Mahkamah Konstitusi, Selasa (23/1).

Menurut Fasli, dari sekitar 2,7 juta guru sekolah negeri dan swasta di Indonesia, sekitar 1,8 juta di antaranya belum lulus S1. Menurutnya, untuk tahun 2007 ini, pemerintah telah menyediakan dana bagi sekitar 200 ribu guru untuk mencapai jenjang S1 atau D IV. Dengan estimasi 2 juta per orang, menurutnya dibutuhkan sekitar 400 milyar untuk keperluan tersebut.

Dana untuk keperluan peningkatan kualifikasi tersebut, nantinya masih akan ditambah dari pemerintah daerah. “Misalnya DKI bertekad dalam 3 tahun mereka menuntaskan semua guru DKI akan menjadi S1. Ada juga, di Kalimantan Timur yang menaikkan anggaran (pendidikan, red) provinsinya sampai 80 kali lipat lebih. Itu cukup besar untuk menaikkan kualifikasi akademik,” kata Fasli.

Sertifikasi tersebut menurut Fasli akan tetap memperhatikan pengalaman serta pengabdian guru yang bersangkutan, dan hal tersebut dapat dikonversikan untuk persyaratan mencapai jenjang S1 atau D IV.

Nantinya, pemerintah bisa langsung mengadakan penyetaraan kepada guru yang bersangkutan. “Tetapi tentu hasil uji penyetaraan ini tetap akan ditawarkan untuk dihargai oleh perguruan tinggi, karena yang berhak memberikan ijasah S1 itu Perguruan Tinggi,” tambah Fasli.

Di masa depan, untuk menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) guru, seseorang harus mencapai kualifikasi tersebut dan baru bisa mendaftar menjadi PNS guru. “Tidak ada satu PNS pun yang akan diterima sebagai calon guru tanpa memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikasi tadi. Untuk guru baru, harus punya sertifikat, baru bisa mendaftar menjadi PNS,” ujar Fasli.

Tunjangan
Selain akan membantu peningkatan kualifikasi guru, pemerintah juga berjanji akan memberikan tunjangan khusus kepada guru, terutama yang bertugas di daerah terpencil. “Ada 18 ribu guru di tahun 2007 yang akan diberi tunjangan khusus. Kita tidak melihat apakah ia sudah S1 atau belum, sudah bersertifikat atau tidak, langsung haknya diberikan.” Kata Fasli.

Tunjangan itu tidak hanya akan diberikan kepada guru yang bersangkutan, tetapi juga kepada anak guru tersebut antara lain sebagai beasiswa. Pemerintah juga akan bekerjasama dengan pemerintah daerah memberikan perumahan kepada guru dan kepala sekolah di daerah terpencil.

Saat ini, menurut Fasli, pemerintah tengah membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai pelaksana dari UU Nomor 14 Tahun 2005. “PP sudah dibahas 3 kali di Departemen Hukum dan HAM,” ujar Fasli.

PP tersebut nantinya akan memiliki implikasi besar di bidang keuangan sehingga akan melibatkan Bappenas dan Departemen Keuangan; implikasi di bidang kepegawaian akan melibatkan kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan Kepegawaian Nasional, serta implikasi di bidang otonomi dan desentralisasi sehingga akan melibatkan Departemen Dalam Negeri, serta kementerian Kawasan tertinggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar