Arsip Blog

Sabtu, 30 Mei 2009

PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

KONSTRUKTIVISME berpendapat bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep yang siap untuk diambil dan diingat. Tapi, manusia harus mengonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dalam pembelajaran siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide.
Esensi teori konstruktivis bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi komplek ke situasi lain. Dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik me-reka sendiri. Atas dasar ini maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pe-ngetahuan melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan siswa menjadi pusat kegiatan.
Salah satu aplikasi teori konstruktivisme pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pe-ngetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Secara umum, CTL dimaknai sebagai suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata/alamiah. Pembelajaran ini memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, warga masyarakat dan nantinya sebagai tenaga kerja (US Department of Education and the National School-to-work Office, 2001).
Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pe-ngetahuan yang diberikan hendaknya ada hubungan yang erat dengan pengalaman nyata siswa sesungguhnya. Katz (1981) menyatakan bahwa suatu program pembelajaran bukanlah sekadar suatu kumpulan mata pelajaran, namun lebih dari itu. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun program pembelajaran antara lain peran guru, hakikat pengajaran dan pembelajaran dan misi sekolah dalam masyarakat.
Melalui pendekatan ini, diharapkan pembelajaran mudah dipahami siswa, isi pelajaran tidak di awang-awang dan mempermudah siswa menghayati makna pembelajaran secara mendalam. Selama ini pembelajaran hanya teori yang muluk-muluk, sementara siswa tidak mudheng. Akibatnya siswa mudah lupa dan pembelajaran membosankan anak.
Kata kunci dalam pembelajaran ini antara lain Real World Learning, mengutamakan pengalaman nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis dan kreatif, pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata, adanya perubahan tingkah laku, siswa praktik bukan menghafal. Dalam model ini yang muncul pendidikan bukan pengajaran, siswa tertantang untuk meme-cahkan masalah, peran guru hanya mengarahkan dan hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes saja.
Strategi pembelajaran yang berasosiasi dengan pendekatan CTL antara lain Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), pendekatan proses, life skills education, authentic instruction, inquiry-based learning, problem based learning, cooperative learning dan service learning. Karena pemahaman baru sepotong-sepotong, biasanya guru malas menerapkan. Komponen pembelajaran berbasis kontekstual antara lain inquiry (menemukan). Langkah kegiatan ini melalui rangsangan guru, siswa menemukan masalah, kemudian siswa mengamati atau melakukan observasi. Setelah di observasi, siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel atau karya lainnya. Bila siswa telah berhasil, membuat siswa dituntut mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada teman sekelas, guru atau bahkan ditulis dalam majalah sekolah. Bila hal ini benar-benar dapat dilakukan akan mampu mendidik siswa untuk kritis, analisis sekaligus menanamkan jiwa disiplin dan kerja keras.
Untuk membangkitkan partisipasi siswa dalam belajar guru dapat menempuh berbagai cara, misalnya diskusi kelompok, mendatangkan nara sumber, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan masyarakat dsb. Contoh kecil pembelajaran di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), bagaimana tatacara seseorang memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Bila belum tahu, guru dapat menugaskan untuk wawancara dengan ketua RT atau RW dimana mereka tinggal. Model yang demikian ini kadang-kadang dilupakan dengan dalih menambah beban guru dan siswa itu sendiri, padahal pengalaman yang sederhana ini nantinya akan sangat berguna bagi diri siswa tersebut.
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik, antara lain kerjasama. Dalam praktik pembelajaran sedapat mungkin diupayakan, tumbuh jiwa solidaritas baik dalam memecahkan masalah, tugas kelompok atau dalam membuat laporan hasil karya. Hal ini selain saling menunjang keberhasilan antar siswa, pembelajaran akan menyenagkan, menarik dan tidak membosankan.
Bila sarana belum memadai, kreativitas guru sangat menentukan entah dengan fotocopy materi, bagi guru biologi dapat mengamati di alam sekitar dsb. Bila pembelajaran menarik dan menantang, siswa akan aktif, kritis dan menyenangkan. Di sisi lain guru akan selalu berinovasi, kreatif mengembangkan model pembelajaran dengan sarana yang ada di lingkungan sekolah atau masyarakat tempat tinggal anak. (*/ida)

*Oleh :
Sarbun Hadi Sugiarto
Guru SMP 1 Ungaran
Jalan Progo 26, Putatan
Sidomulyo, Ungaran Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar