Ada 3 hal pokok yang dijadikan sebagai rencana strategis pendidikan menengah di Indonesia (Renstra Mendiknas 2005-2009), akses sekolah, sekolah berbasis keunggulan lokal dan sekolah nasional bertaraf internasional.
Program yang disebut belakangan menurut saya sangat ambisius dan sudah termakan habis oleh paham privatisasi pendidikan era neo liberalism. Saya melihat kebijakan itu tumpang tindih dan seakan dibuat tanpa analisa mendalam atau dibuat untuk sekedar memperbaiki nama baik di mata dunia, tapi tidak berefek apa-apa kepada kualitas pendidikan anak bangsa kebanyakan, tetapi hanya membuat kelompok elit baru dalam dunia pendidikan. Kebijakan ini sudah dituliskan pula dalam pasal pengelolaan pendidikan di UU Sisdiknas 2003. Sewaktu UU ini akan diberlakukan, protes banyak muncul tentang hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan agama, tapi kita gagal mengkritisi masalah lain yang diungkap di dalamnya, termasuk SNBI.
Ketertinggalan pendidikan Indonesia dibandingkan negara-negara lain merupakan momok yang membuat wakil pemerintah tidak bisa berdiri tegak di forum-forum internasional. Oleh karenanya harus ada upaya mengharumkan nama bangsa melalui pendidikan. Dan itu sudah dicapai oleh anak-anak cemerlang yang berhasil meraih 13 medali emas dalam olimpiade sains dan math di tahun 2004. Tahun 2007, pemerintah mentargetkan harus memperoleh 20 medali emas. Suatu prestasi yang membanggakan memang, dan saya mendukung usaha Pak Yohannes Surya untuk menggali potensi anak-anak ini. Perkara mereka kemudian ditawari sekolah ke luar negeri adalah pembahasan yang lain.
Saya membedakan antara Sekolah Internasional (SI) dengan Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI). SI adalah sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak asing yang mengikuti orang tuanya ke Indonesia. Sedangkan SNBI adalah sekolah untuk anak-anak Indonesia yang diselenggarakan dengan kurikulum lokal tapi bertaraf internasional. Maaf, definisinya agak kacau.
Tahun 2004 telah bermunculan sekolah-sekolah swasta yang mengadopsi kurikulum dari Singapura, Australia, Cambridge Univ, bahkan sebuah sekolah di Semarang mengadopsi kurikulum Turki. Seperti biasa karena levelnya international maka bahasa pengantarnya harus bahasa Inggris, dan SPP-nya harus dikalkulasi dengan dolar, rupiah sudah tidak laku di sini ! Guru-gurunya pun didatangkan khusus dari negara asalnya. Supaya tetap dapat diakui keberadaannya di negara RI, tentunya sekolah-sekolah ini harus menggunakan kurikulum nasional. Ya, menurut wakasek sebuah sekolah yang saya wawancarai, mereka memang tetap mengacu kepada kurnas sekedar untuk meloloskan siswa di UAN, tetapi buku-buku, metode pembelajaran semuanya menjiplak dari negara asalnya. Target sekolah ini tentu saja orang tua yang menginginkan anaknya bersekolah ke luar negeri, yg menurut laporan ada sekitar 2500 anak yang ingin bersekolah ke luar negeri setiap tahunnya.
Pertanyaannya adalah apakah pemerintah menelorkan program SNBI sebagai alasan untuk menyaingi swasta untuk mengeruk keuntungan besar dari dunia pendidikan ? Ada pemeo yang mengatakan bahwa jika ingin mendadak kaya maka bangunlah sekolah. Atau pemerintah sebagaimana yg dinyatakan beberapa pejabatnya berupaya untuk mendidik anak-anak supaya mampu berkompetisi di dunia internasional ?
Jika demikian, apakah sekolah-sekolah nasional bermutu yang tersebar di setiap kota/daerah tidak mampu mencetak anak-anak yang mampu bersaing di luar ? SMA 8 Jakarta yang saya datangi kemarin menunjukkan daftar universitas asing yang melamar siswa-siswa berprestasinya. Lulusan SMA 2 Madiun sebagian demikian pula, sudah dilamar sejak mereka belum lulus.
SNBI diawali dengan membuka kelas-kelas internasional, yang tentu saja dengan biaya masuk yang wah, plus SPP yang bikin kepala orang tua berdenyut-denyut. Tetapi bagi yang beruang lebih, ini bukan masalah, yang penting anak mendapat pendidikan yang bermutu. Dalam hal ini kebanyakan orang tua di Indonesia sudah tergiring (sangat tergiring) kepada opini sekolah mahal=sekolah bermutu. Orang tua harus kembali ke sekolah, mereka harus belajar lagi untuk tidak mudah tergiring.
Kelas-kelas internasional itu sudah memecah belah antara yang kaya dan miskin. Bahwa ada efek psikologis dalam perkembangan anak antara yang belajar di kelas internasional dan kelas reguler, sekalipun diakui oleh kepala sekolah, mereka belajar dengan normal. Ya, anak-anak memang gemar belajar. Anak-anak Indonesia jika guru sudah datang, maka mereka akan duduk tenang mendengar, menyalin semua yang di papan. Mereka akan segera lupa atau malah tidak sempat berfikir apakah mereka kelas reguler atau internasional. Tapi status SNBI diberlakukan di semua jenjang pendidikan, sehingga kemungkinan akan ada SD bertaraf internasional. Saya yakin anak-anak SD lebih peka dengan pengkotak-kotakan ini.
Dengan dalih meningkatkan pamor daerah, pemerintah pusat sebenarnya menekan pemerintah daerah untuk menyisihkan budget daerah untuk pengembangan SNBI. Bukan tidak kecil dana yang dibutuhkan untuk ini, dan uang yang seharusnya bisa dipakai si miskin supaya bisa tetap bersekolah, dipakai untuk membiayai si kaya supaya bisa bersekolah mahal. Jadi mengapa saya katakan program SNBI kontradiksi dengan akses ke sekolah, pun tidak sejalan dengan sekolah berbasis keunggulan lokal.
Sekolah-sekolah internasional sebenarnya merupakan bentuk penjajahan baru negara-negara barat ke negara-negara berkembang. Dengan dalih menyetandarkan dengan mutu internasional, maka kita sudah dijajah dengan keharusan mengambil kurikulum mereka, mengundang guru2 mereka. Kepayahan semakin bertambah bagi guru-guru kita yang masih belum kelar juga disertifikasi.
Daripada menghamburkan dana dengan sekolah yang tidak memihak kepada rakyat banyak, lebih baik budget pendidikan dimanfaatkan untuk perbaikan mutu guru dan mutu pendidikan secara massal. Bukankah keberhasilan pendidikan menurut UNESCO, world bank, atau badan dunia yang lain, dinilai berdasarkan prestasi anak secara massal, bukan keberhasilan satu dua anak.
Jika alasannya untuk mengundang orang asing untuk mengakui sekolah tersebut dan mengirim anaknya bersekolah di situ, maka harus diingat masih banyak anak yang ingin bersekolah di Indonesia tapi tidak bisa karena keterbatasan dana. Jika bahasa Inggris menjadi kunci utama berkompetisi, maka tambahkan saja jam pelajaran baru dan ajarkan siswa supaya fasih berbahasa, bukan saja fasih menjawab soal-soal UAN. Tidak perlu membuka SNBI.
Jangan sampai terjajah lagi ! Orang (=bangsa) yang cerdas tidak akan terjebak untuk yang kedua kalinya.
Sumber: http://murniramli.wordpress.com/2007/06/11/sekolah-nasional-bertaraf-internasional/
Label
Arsip Blog
-
▼
2009
(108)
-
▼
Mei
(103)
- Masa Bimbingan Siswa
- PENGETAHUAN JURNALISTIK MERUPAKAN MODAL BAGI SISWA
- Pelatihan untuk Siswa Putus Sekolah
- Sekolah Rusak Rampas Hak Siswa Raih Layanan Pendid...
- Tidak Ada Alasan Menahan Rapor yang Menjadi Hak Siswa
- Pendidikan yang Menghargai Hak Siswa
- Pelayanan-pelayanan untuk Para Siswa
- Manajemen Kesiswaan
- Tercabulinya hak pribadi siswa
- Tahun Ajaran Baru, Terapkan Penilaian dengan Porto...
- Hardiknas 2009: Pendidikan Sains, Teknologi, dan S...
- Sistem Penilaian Ktsp Sma - Presentation Transcript
- YUG Bantu Pembangunan Sarana Pendidikan di Banten,...
- Teknik non-Tes dalam Pengajaran membaca
- Menyedihkan! Sarana Pendidikan Belum Sentuh Huta P...
- Diskriminasi Melanggar UU Pendidikan
- INFORMASI PELAYANAN PENDIDIKAN
- Lagi, Gedung SD Roboh di Jombang
- STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
- Belajar Bahasa Indonesia Tak Menarik Lagi
- Sastra Pertunjukan? Gampang!
- PENGERTIAN PAKEM
- Home Community Artikel Untukmu Guruku Konstruks...
- Penilaian Berbasis Kelas
- Pembelajaran Seni Budaya itu Menarik dan Menyenangkan
- Pemkot Terapkan Pembelajaran Sains Menarik Di Sekolah
- PENGARUH MEDIA VISUAL DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATI...
- Awas, "Bom Sosial" dari Sekolah Nasional Plus
- PENERAPAN CTL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA1
- Sekolah nasional bertaraf internasional
- Kurikulum Sekolah Internasional Harus Mengacu Kult...
- Bethany School Terapkan Kurikulum Internasional
- EVALUASI PEMBELAJARAN
- Kurikulum Untuk Anak Usia Dini, Perlukah?
- Selalu Berjubel di SD 1 Pagerejo
- 15 SARANA RUSAK
- Kurikulum Pendidikan Usia Dini
- 867 SD/MI di Banjarnegara Rusak
- PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL BERBASIS WEB
- SARANA PENDIDIKAN
- Peran Aktif Internet dalam Pembelajaran Siswa di S...
- Sekolah Gratis Akan Perlambat Perbaikan Sarana Pen...
- PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
- Pembelajaran Aktif
- Joyful Learning sebagai Landasan Pembelajaran Sisw...
- BELAJAR BERFIKIR DENGAN MELIBATKAN OPERASI MENTAL
- BAGAIMANA MENGAJAR ANAK CERDAS ISTIMEWA?
- 3 PILAR PEMBINAAN KESISWAAN
- Tingkatkan Mutu Siswa Lewat Profesional Guru
- Meningkatkan Mutu Pendidikan Dasar melalui Manajem...
- KETIDAKADILAN DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN
- Surplus Institusi pendidikan yang dikecualikan dar...
- PEMERINTAH JANGAN RAGU-RAGU BANGUN SARANA DAN PRAS...
- UTAMAKAN LAYANAN PENDIDIKAN, SARANA PRASARANA BELA...
- FASILITAS PENDIDIKAN UNTUK ANAK CACAT, MINIM
- MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
- PERAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH
- CTL YANG CENTIL KITA SENTIL....!!!
- KONSEP KE-PERBEDAAN DALAM PENDIDIKAN
- Manfaat Manajemen Kurikulum Pendidikan Dalam Peng...
- Kurikulum untuk Pluralitas Kebutuhan Belajar Indiv...
- Artikel: KURIKULUM / SILABUS BERDIFERENSIASI
- Memasukkan Konsep Sekolah Ramah Anak ke dalam Pend...
- Link and match: Keterkaitan dunia industri dan dun...
- KURIKULUM PENDIDIKAN DAN ANTI KORUPSI
- Berhasil Bina Sepakbola, Sukses Pimpin Sekolah
- TANTANGAN GURU TERHADAP PARADIGMA KTSP...
- GURU SEMAKIN MATERIALISTIK
- GURU SEBAGAI PENGELOLA KELAS
- BAGAIMANA MENJADI GURU YANG BAIK (PROFESIONAL)???
- MENCARI SOSOK GURU IDEAL
- GURU MENDATANG MINIMAL SARJANA ATAU BERSERTIFIKAT
- PENINGKATAN KUALIFIKASI GURU DALAM PERSPEKTIF TEKN...
- 800 Juta Untuk Pelatihan Guru SD Korban Gempa Bant...
- PROFIL GURU MASA DEPAN
- MESSAGE FROM GROUP MODERATOR
- PROFIL GURU MASA DEPAN
- TIPE-TIPE PEMIMPIN & FIGUR GURU MASA DEPAN
- SERTIFIKASI GURU ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN
- STOP SERTIFIKASI GURU!!!
- Seorang Dosen Harus Serius Lakukan Evaluasi Kegiat...
- PAK GURU, JANGAN "TEXT BOOK" DONK!!!!
- UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN) SEBAGAI ISSUE KRITIS PE...
- KENAPA SEKOLAH NEGERI RATA-RATA KURANG DISIPLIN DI...
- KENAPA SEKOLAH STANDAR INTERNASIONAL MAHAL???
- SEKOLAH MAHAL = HASILNYA BAIK?
- MAHALNYA PENDIDIKAN BERKUALITAS
- Biaya Pendidikan Sekolah Bisa Terasing dari Publik
- 36 Guru Mantapkan Kurikulum
- Pendidikan Gratis dan Nasib Sekolah Swasta
- Selamat Menempuh Ujian Nasional
- :UN yang Tak Perlu Ada
- Tinjauan Teoritis dan Praktis Evaluasi Pelaksanaan...
- PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TINGGI Pembiayaan Pendidikan...
- MALAYSIA GRATISKAN BIAYA PENDIDIKAN DASAR DAN MENE...
- Achmad Jabir: Pendidikan kita terlalu banyak akses...
- Achmad Jabir: Pendidikan kita terlalu banyak akses...
- Pembiayaan Pendidikan dalam Islam
- TUJUH PROVINSI BELUM TEKEN AKAD PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
- Diskusi Terfokus NGO : Review Kebijakan Pembiayaan...
-
▼
Mei
(103)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar