Kerajaan Bhutan memiliki sejarah perkembangan sistem pendidikan formal yang unik. Di awal tahun 1960an, Bhutan membuka pintu mereka kepada dunia dan kekuatan perubahan serta modernisasi. Sejak dimulainya Rencana Lima Tahunan pertama pada 1961, kemajuan luar biasa telah dicapai di bidang pendidikan. Akses ke pendidikan dasar kini menjadi hak semua warga Bhutan, dan ini menjadi kunci bagi sebagian besar tujuan pembangunan nasional.
Pemerintah bercita-cita mengembangkan sistem pendidikan yang menyediakan akses pendidikan gratis (SD) dan bermanfaat bagi semua anak. Pendidikan formal di Bhutan terdiri dari pendidikan dasar 6 tahun (termasuk 1 tahun taman kanak-kanak), 2 tahun pendidikan lanjutan pertama, 2 tahun pendidikan lanjutan menengah, 2 tahun pendidikan lanjutan atas serta 3 tahun pendidikan kolese. Usia resmi bagi anak-anak untuk dapat mengikuti pendidikan dasar adalah 6 tahun. Akan tetapi, pendidikan di tingkat dasar ini belum sepenuhnya bersifat gratis atau wajib.
Konsep sekolah ramah anak dengan 5 dimensi yang didasarkan pada konvensi hak anak telah diratifikasi Bhutan sebagai salah satu negara pelopor di dunia. Ini menciptakan antusiasme baru bagi perbaikan sistem pendidikan. Bhutan telah mengenal dan menangani gagasan-gagasan seperti sekolah peduli, pendidikan holistis, pendidikan bermanfaat, yang semuanya memasukkan aspek-aspek dari konsep sekolah ramah anak.
Memasukkan konsep sekolah ramah anak ke dalam pendidikan guru
Daripada mengenalkan SRA sebagai konsep baru, SRA diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan guru pra tugas di dua institut pendidikan nasional. Perangkat UNESCO tentang Lingkungan Inklusif Ramah terhadap Pembelajaran (LIRP) digunakan dalam pelatihan guru dan pengembangan lokakarya pendidikan guru dalam masa tugas serta dalam pengembangan modul tentang pendidikan inklusif/sekolah ramah anak bagi pendidikan jarak jauh.
Kurikulum pendidikan guru pra tugas yang ada saat ini sedang ditinjau ulang dan direvisi. Dapat dimengerti oleh semua yang terlibat bahwa memasukkan konsep SRA dan LIRP ke dalam kurikulum pelatihan guru akan membantu menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara teori dan praktek dalam modul yang beragam. Mengintegrasikan konsep SRA ke dalam pendidikan guru tidak hanya akan membuat guru menyadari konsep ini, tetapi juga akan mendukung filosofi pengembangan Kebahagiaan Bruto Nasional (Gross National Happiness) negara.
Bagaimana mengintegrasikan konsep SRA ke dalam kurikulum pendidikan guru yang sudah ada?
5 dimensi SRA dimasukkan ke dalam 5 modul yang ada:
Perkembangan Anak - Meskipun mahasiswa ilmu kependidikan dihadapkan pada aspek pertumbuhan dan perkembangan anak yang beragam, Konvensi Hak Anak (KHA) belum dibahas pada modul terdahulu. KHA akan menjadi salah satu topik dalam modul ini. Dengan demikian, di masa mendatang tujuan pembangunan SRA berbasis hak anak akan dibahas dalam pelajaran ini. Konsep pencarian secara proaktive semua anak tanpa memandang status, latar belakang dan kemampuan (dimensi 1 SRA) akan membantu semua mahasiswa ilmu kependidikan dan guru yang sudah bertugas untuk menyadari bahwa semua anak memiliki hak untuk pendidikan berkualitas. Isu mengenai kepekaan gender (dimensi 4 SRA) juga akan dibahas pada pelajaran ini dalam topik Perbedaan Individual, sebuah topik yang dibahas cukup panjang dalam modul ini.
Proses Belajar - Dalam modul ini, peran potensial yang dimainkan keluarga dan masyarakat dalam keseluruhan pembelajaran siswa akan lebih ditekankan (dimensi 5 SRA). Ini akan membantu mahasiswa ilmu kependidikan menjembatani pembelajaran sekolah dengan bentuk pembelajaran lain yang berlangsung di keluarga dan masyarakat. Ini juga akan mendorong guru untuk mengundang partisipasi masyarakat dalam kegiatan sekolah, yang akan membuat pendidikan anak menjadi lebih kontekstual dan relevan (dimensi 2 SRA). Pentingnya penyediaan lingkungan belajar yang sehat dan protektif di sekolah (dimensi 3 SRA) juga dibahas dalam modul ini. Modul ini juga akan mendaftar isu-isu penting seperti bagaimana membuat pembelajaran anak menjadi lebih partisipatif dan bersifat memberdayakan.
Pendidikan untuk Pengembangan dan Sistem Pendidikan Bhutan - Pelajaran ini mencakup pembahasan mengenai latar belakang umum organisasi sekolah. Pelibatan orangtua, keluarga dan masyarakat dalam pendidikan (dimensi 5 SRA) juga dicakup modul ini. Pada umumnya, pertemuan orangtua-guru jarang sekali dihadiri baik karena orangtua sibuk, atau karena orangtua sering merasa terintimidasi oleh sikap tak acuh pihak berwenang di sekolah dan karena sikap tidak ramah para guru. Membangun kerjasama dimana orangtua merasa diterima dan terlibat sebagai bagian komunitas sekolah - sekolah dapat mencari kemungkinan memperoleh sumberdaya masyarakat bukan hanya dalam hal uang atau semacamnya tapi lebih pada penggunaan pengetahuan dan keahlian masyarakat yang tersedia dalam membantu pembelajaran siswa di kelas.
Ketrampilan Mengajar I dan II serta Strategi Mengajar - Kedua modul ini menyediakan mahasiswa ilmu kependidikan pengetahuan dan merancang pelajaran. Kepekaan gender (dimensi 4 SRA) serta pengajaran berkualitas dan efektif (dimensi 2 SRA) akan diintegrasikan lebih baik dalam modul-modul ini. Sekolah yang sehat dan protektif (dimensi 3 SRA) secara tidak langsung mengajarkan pula mengenai keterampilan mengelola kelas yang efektif dan ketrampilan bertanya dimana guru diharapkan untuk dapat bertanya melalui cara yang tidak mengancam agar siswa merasa aman, secara tak langsung disinggung pula dalam modul
Pengantar Bimbingan Konseling Sekolah - ada dua modul pengantar mengenai bimbingan remaja dan konseling sekolah, yang menggabungkan proses dan kemampuan konseling dasar dengan teori-teori utama konseling. Menciptakan sekolah yang sehat dan protektif (dimensi 3 SRA) serta responsif pada gender dan keberagaman (dimensi 1 dan 4) telah diintegrasikan dalam modul ini tapi masih dapat diperbaiki lagi.
Melaksanakan Apa yang Kita Ajarkan
Institut-institut pendidikan guru di Bhutan memainkan peran penting dalam mempromosikan dan memperkuat konsep SRA berbasis konvensi hak-hak anak (KHA). Dua lembaga pelatihan guru yang ada di Bhutan dapat mencerminkan pada praktek-prakteknya dalam bidang-bidang berikut untuk melihat apakah institut tersebut ramah terhadap mahasiswa yang dilatih.
• Bagaimana para peserta pelatihan berpartisipasi dalam pegembangan kurikulum pendidikan guru?
• Bagaimana institut melibatkan peserta pelatihan dalam mengambil keputusan yang akan mempengaruhi hidup mereka di institut?
• Seberapa sehat dan protektifkah lingkungan institut bagi para peserta?
• Apakah ada kebijakan dan peraturan tertulis yang mendukung dan melindungi hak-hak, kebutuhan, dan kesejahteraan peserta pelatihan?
• Apakah peserta pelatihan memiliki akses ke air minum yang aman dan suplai air yang mencukupi untuk menjaga gaya hidup sehat dan mengikuti aturan kesehatan. Seberapa sehat dan sesuai aturan fasilitas toilet di institut?
• Apakah sehat dan higienis kamar kecil di institut?
• Seberapa efektif dan relevan modul pendidikan guru yang ditawarkan pada berbagai level program pelatihan?
• Bagaimana institut menjaga keseimbangan antara teori dan praktek baik dalam tingkat institut maupun dalam realitas sekolah?
• Apakah ada isu gender di institut?Bagaimana institut mengatasi jika ada masalah dan isu semacam itu? Bagaimana hak-hak yang terkait gender dilindungi?Bagimana keseimbangan gender di antara peserta pelatihan? Apakah berbeda bagi Sarjana Muda Pendidikan (B.Ed. Bachelor of Education) pendidikan dasar dan menengah? Jika ya, mengapa? Apakah tersedia layanan pendukung (bimbingan konseling) bagi peserta pelatihan di institut? Jika ya, seberapa efektif layanan tersebut?
• Bagaimana institut berkontribusi dalam pengembangan komunitas? Apakah ada kerjasama pendukung yang saling menguntungkan antara institut dengan komunitas?
Merujuk pada isu-isu ini dan isu lainnya di tingkat institut serta di pengembangan dan penguatan lebih jauh praktek-praktek yang ada, pada akhirnya akan berkontribusi pada lebih baiknya institut pendidikan guru, yang dapat berperan sebagai contoh pengembangan SRA.
Mahasiswa kependidikan yang telah dilatih dan dipersiapkan di institut ramah bagi peserta pelatihan kemungkinan akan menginternalisasi konsep SRA dengan lebih mudah dan akan mengimplementasikan pendekatan tersebut di sekolah-sekolah di seluruh Bhutan yang mereka tempati setelah lulus.
Kesimpulan
Strategi yang diadopsi pemerintah Kerajaan Bhutan dan Kementerian Pendidikan dengan memasukkan konsep SRA dan LIRP ke pelatihan guru pra dan dalam masa tugas sangatlah bagus. Pembangunan lebih jauh pada kapasitas SRA secara resmi dilaksanakan sebagai bagian pelatihan guru dalam masa tugas, sementara itu, kurikulum pendidikan guru pra tugas sedang ditinjau ulang dan diperbaiki menuju pendekatan pengembangan sekolah yang lebih ramah anak.
Dengan dukungan dari pemerintah Kerajaan Bhutan dengan visi membuat pendidikan lebih bermanfaat dan holistik, mengubah sekolah menjadi tempat dimana anak-anak merasa diterima dan dipercaya apapun latar belakang ekonomi, kemampuan, bahasa, etnis, atau perbedaan-perbedaan lain, dan akhirnya sebuah tempat dimana anak-anak dapat menemukan kesempatan mengembangkan diri semaksimal mereka, tidaklah jauh.
Rinchen Dorji, Dosen Institut Nasional Pendidikan Guru di Paro, Bhutan. Email: dorjirinchen04@yahoo.com, alamat: National Institute of Education, P.O. Box Paro, Bhutan.
EENET asia Newsletters : Edisi Simposium April 2006
Sumber : www.idp-europe.org/eenet/newsletter2_Indonesia/page30.php - 17k -
Label
Arsip Blog
-
▼
2009
(108)
-
▼
Mei
(103)
- Masa Bimbingan Siswa
- PENGETAHUAN JURNALISTIK MERUPAKAN MODAL BAGI SISWA
- Pelatihan untuk Siswa Putus Sekolah
- Sekolah Rusak Rampas Hak Siswa Raih Layanan Pendid...
- Tidak Ada Alasan Menahan Rapor yang Menjadi Hak Siswa
- Pendidikan yang Menghargai Hak Siswa
- Pelayanan-pelayanan untuk Para Siswa
- Manajemen Kesiswaan
- Tercabulinya hak pribadi siswa
- Tahun Ajaran Baru, Terapkan Penilaian dengan Porto...
- Hardiknas 2009: Pendidikan Sains, Teknologi, dan S...
- Sistem Penilaian Ktsp Sma - Presentation Transcript
- YUG Bantu Pembangunan Sarana Pendidikan di Banten,...
- Teknik non-Tes dalam Pengajaran membaca
- Menyedihkan! Sarana Pendidikan Belum Sentuh Huta P...
- Diskriminasi Melanggar UU Pendidikan
- INFORMASI PELAYANAN PENDIDIKAN
- Lagi, Gedung SD Roboh di Jombang
- STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
- Belajar Bahasa Indonesia Tak Menarik Lagi
- Sastra Pertunjukan? Gampang!
- PENGERTIAN PAKEM
- Home Community Artikel Untukmu Guruku Konstruks...
- Penilaian Berbasis Kelas
- Pembelajaran Seni Budaya itu Menarik dan Menyenangkan
- Pemkot Terapkan Pembelajaran Sains Menarik Di Sekolah
- PENGARUH MEDIA VISUAL DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATI...
- Awas, "Bom Sosial" dari Sekolah Nasional Plus
- PENERAPAN CTL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA1
- Sekolah nasional bertaraf internasional
- Kurikulum Sekolah Internasional Harus Mengacu Kult...
- Bethany School Terapkan Kurikulum Internasional
- EVALUASI PEMBELAJARAN
- Kurikulum Untuk Anak Usia Dini, Perlukah?
- Selalu Berjubel di SD 1 Pagerejo
- 15 SARANA RUSAK
- Kurikulum Pendidikan Usia Dini
- 867 SD/MI di Banjarnegara Rusak
- PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL BERBASIS WEB
- SARANA PENDIDIKAN
- Peran Aktif Internet dalam Pembelajaran Siswa di S...
- Sekolah Gratis Akan Perlambat Perbaikan Sarana Pen...
- PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
- Pembelajaran Aktif
- Joyful Learning sebagai Landasan Pembelajaran Sisw...
- BELAJAR BERFIKIR DENGAN MELIBATKAN OPERASI MENTAL
- BAGAIMANA MENGAJAR ANAK CERDAS ISTIMEWA?
- 3 PILAR PEMBINAAN KESISWAAN
- Tingkatkan Mutu Siswa Lewat Profesional Guru
- Meningkatkan Mutu Pendidikan Dasar melalui Manajem...
- KETIDAKADILAN DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN
- Surplus Institusi pendidikan yang dikecualikan dar...
- PEMERINTAH JANGAN RAGU-RAGU BANGUN SARANA DAN PRAS...
- UTAMAKAN LAYANAN PENDIDIKAN, SARANA PRASARANA BELA...
- FASILITAS PENDIDIKAN UNTUK ANAK CACAT, MINIM
- MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
- PERAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH
- CTL YANG CENTIL KITA SENTIL....!!!
- KONSEP KE-PERBEDAAN DALAM PENDIDIKAN
- Manfaat Manajemen Kurikulum Pendidikan Dalam Peng...
- Kurikulum untuk Pluralitas Kebutuhan Belajar Indiv...
- Artikel: KURIKULUM / SILABUS BERDIFERENSIASI
- Memasukkan Konsep Sekolah Ramah Anak ke dalam Pend...
- Link and match: Keterkaitan dunia industri dan dun...
- KURIKULUM PENDIDIKAN DAN ANTI KORUPSI
- Berhasil Bina Sepakbola, Sukses Pimpin Sekolah
- TANTANGAN GURU TERHADAP PARADIGMA KTSP...
- GURU SEMAKIN MATERIALISTIK
- GURU SEBAGAI PENGELOLA KELAS
- BAGAIMANA MENJADI GURU YANG BAIK (PROFESIONAL)???
- MENCARI SOSOK GURU IDEAL
- GURU MENDATANG MINIMAL SARJANA ATAU BERSERTIFIKAT
- PENINGKATAN KUALIFIKASI GURU DALAM PERSPEKTIF TEKN...
- 800 Juta Untuk Pelatihan Guru SD Korban Gempa Bant...
- PROFIL GURU MASA DEPAN
- MESSAGE FROM GROUP MODERATOR
- PROFIL GURU MASA DEPAN
- TIPE-TIPE PEMIMPIN & FIGUR GURU MASA DEPAN
- SERTIFIKASI GURU ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN
- STOP SERTIFIKASI GURU!!!
- Seorang Dosen Harus Serius Lakukan Evaluasi Kegiat...
- PAK GURU, JANGAN "TEXT BOOK" DONK!!!!
- UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN) SEBAGAI ISSUE KRITIS PE...
- KENAPA SEKOLAH NEGERI RATA-RATA KURANG DISIPLIN DI...
- KENAPA SEKOLAH STANDAR INTERNASIONAL MAHAL???
- SEKOLAH MAHAL = HASILNYA BAIK?
- MAHALNYA PENDIDIKAN BERKUALITAS
- Biaya Pendidikan Sekolah Bisa Terasing dari Publik
- 36 Guru Mantapkan Kurikulum
- Pendidikan Gratis dan Nasib Sekolah Swasta
- Selamat Menempuh Ujian Nasional
- :UN yang Tak Perlu Ada
- Tinjauan Teoritis dan Praktis Evaluasi Pelaksanaan...
- PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TINGGI Pembiayaan Pendidikan...
- MALAYSIA GRATISKAN BIAYA PENDIDIKAN DASAR DAN MENE...
- Achmad Jabir: Pendidikan kita terlalu banyak akses...
- Achmad Jabir: Pendidikan kita terlalu banyak akses...
- Pembiayaan Pendidikan dalam Islam
- TUJUH PROVINSI BELUM TEKEN AKAD PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
- Diskusi Terfokus NGO : Review Kebijakan Pembiayaan...
-
▼
Mei
(103)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar