Arsip Blog

Kamis, 28 Mei 2009

UU Badan Hukum Pendidikan Diuji Materi (DPR tolak UU BHP lakukan komersialisasi pendidikan)

JAKARTA -- Undang-Undang (UU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) mewajibkan perguruan tinggi menjaring mahasiswa miskin yang berprestasi minimal 20 persen dari total peserta didik baru. Perguruan tinggi diminta merealisasikan amanat UU tersebut.
''Perguruan tinggi negeri (PTN) harus jemput bola karena semua PTN wajib membuktikan anak-anak miskin potensial di sana mencapai 20 persen,'' ujar Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas, Fasli Jalal, Kamis (18/12), di Jakarta.
Selama ini, ungkapnya, dari keseluruhan jumlah mahasiswa baru, PTN hanya menampung tiga persen peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi, tapi memiliki kemampuan akademik tinggi.
Ketua Panitia Kerja RUU BHP, Heri Akhmadi, juga mendesak perguruan tinggi (PT) menjaring 20 persen peserta didik miskin. ''Semua PT wajib menerima mahasiswa berprestasi yang miskin sesuai UU BHP,'' katanya.
UU itu, ungkapnya, justru menghindarkan terjadinya komersialisasi pendidikan. Isi UU mengamanatkan bahwa biaya anggaran belanja perguruan tinggi yang ditanggung mahasiswa maksimal hanya sepertiga.
''Itu pun hanya biaya operasional, bukan biaya investasi.'' Adapun biaya investasi, paparnya, ditanggung pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BHP.
Peraturan pemerintah tentang Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang menjadi dasar PTN untuk memungut biaya tinggi justru dikoreksi oleh UU BHP.
Universitas Indonesia (UI), dicontohkannya, mempunyai anggaran Rp 1 triliun. Tapi, 90 persen anggaran belanjanya berasal dari mahasiswa. ''Memang, mereka tidak menaikkan biaya S1, tapi S2 dan S3 naik luar biasa. Dengan adanya UU BHP, PTN seperti UI tak bisa lagi memungut biaya hingga 90 persen dari mahasiswa.''
Ketua Panitia Khusus RUU BHP, Irwan Prayitno, juga menepis bahwa UU itu melegalkan pendidikan hanya untuk orang kaya. Dalam Pasal 46 UU itu, disebutkan bahwa BHP wajib menerima minimal 20 persen dari seluruh peserta didik baru adalah kalangan tak mampu berpotensi akademik tinggi.
''BHP juga diwajibkan memberikan beasiswa untuk paling sedikit 20 persen peserta didik tak mampu,'' katanya.
Namun, merealisasikan isi UU itu dinilai tidak gampang. Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), Achmad Fathoni Rodli, menyatakan keberatan jika harus mengalokasikan 20 persen kuota peserta didik untuk siswa miskin. Dia justru meminta pemerintah mau menalangi mereka dalam bentuk pemberian beasiswa.
''Tidak semua perguruan swasta mampu memberikan subsidi untuk peserta didik yang miskin,'' paparnya.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Jawa Barat dan Banten, Didi Turmudzi, mengkhawatirkan pasal mengenai pendanaan yang membolehkan memungut hanya sepertiga dana dari masyarakat. ''Mengancam tidak, tapi dengan UU BHP itu dapat membunuh PTS yang kecil,'' katanya.
Rektor UI, Gumilar Rusliwa Somantri, mengakui tidak mudah menerapkan aturan sesuai UU BHP. Misalnya, dia sebut soal pendanaan yang diatur sepertiga dari masyarakat, sepertiga pemerintah, dan sepertiga lagi internal.
''Berarti, UI harus menyiapkan Rp 500 miliar dari Rp 1,5 triliun biaya operasional pendidikan setiap tahunnya. Ibaratnya, satu kaki UI diikat, kaki yang lain dipecut untuk ke tingkat world class university.' '
Mengantisipasi itu, pihaknya akan menata diri, mulai dari aset fisik hingga aset intelektual. ''Aset dan lahan yang ada di UI seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal.''eye/ ann/c84/nri/ uki/ant
Poin-Poin Penting UU BHP Bab VI Pendanaan
Pasal 41
4. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung paling sedikit 1/3 (sepertiga) biaya operasional pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah.
5. Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
6. Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung paling sedikit 1/2 (seperdua) biaya operasional, pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Pasal 42
1. Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dapat melakukan investasi dalam bentuk portofolio.
3. Investasi itu tidak melampaui 10 persen dari volume pendapatan dalam anggaran tahunan badan hukum pendidikan.
Pasal 43
1. Badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dapat melakukan investasi dengan mendirikan badan usaha berbadan hukum sesuai ketentuan peraturan perundangan untuk memenuhi pendanaan pendidikan.
Pasal 46
1. Badan hukum pendidikan wajib menjaring dan menerima WNI yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20 persen dari jumlah keseluruhan peserta didik yang baru.
2. Badan hukum pendidikan wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik WNI yang kurang mampu secara ekonomi dan/atau peserta didik yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20 persen dari jumlah seluruh peserta didik.

Sumber : Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar